Surat Al Ikhlas, yang memiliki arti "Memurnikan Kepercayaan," adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an, namun kedudukannya sangat agung. Surat ini terdiri hanya dari empat ayat pendek, namun mengandung inti dari seluruh ajaran Islam, yaitu konsep Tauhid—keesaan Allah SWT. Karena kedalaman maknanya, Al Ikhlas sering disebut sebagai "seperpertiga Al-Qur'an," sebuah pernyataan yang menekankan pentingnya pemahaman akan sifat-sifat Allah yang Maha Esa.
Surat Al Ikhlas (Surat ke-112) diturunkan sebagai jawaban langsung ketika kaum musyrikin Quraisy bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang nasab (garis keturunan) Tuhannya. Jawaban yang datang dari Allah melalui wahyu ini sangat tegas dan memisahkan konsep Islam tentang Tuhan dari segala paham politeisme atau antropomorfisme (menggambarkan Tuhan menyerupai makhluk).
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa (Ahad)."
"Allah adalah Ash-Shamad (Tempat bergantung/Dibutuhkan segala sesuatu)."
"(Dia) tidak beranak dan tiada pula diperanakkan."
"Dan tidak ada seorang pun yang menyamai Dia."
Setiap ayat dalam surat Al Ikhlas berfungsi sebagai pilar penegasan Tauhid. Ayat pertama, "Qul Huwallahu Ahad," menegaskan bahwa Allah itu Esa. Kata "Ahad" di sini memiliki makna kesatuan yang mutlak, tidak terbagi, tidak memiliki bagian, dan tidak bisa dipecah. Berbeda dengan kata "Wahid" yang bisa berarti satu dalam hitungan, "Ahad" menekankan keunikan esensi-Nya.
Ayat kedua, "Allahu As-Shamad," adalah penegasan tentang kemandirian dan kemandirian mutlak Allah. Ash-Shamad berarti zat yang menjadi tujuan segala kebutuhan dan permohonan. Segala makhluk membutuhkan Allah, namun Allah tidak membutuhkan siapa pun. Ini menafikan konsep bahwa ada dewa atau entitas lain yang dapat menolong atau memenuhi kebutuhan selain Dzat Yang Maha Kuasa.
Ayat ketiga adalah bantahan keras terhadap kesyirikan yang dianut oleh banyak bangsa pada masa itu. "Lam yalid wa lam yulad" (Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan). Pernyataan ini menolak konsep bahwa Tuhan bisa memiliki keturunan (seperti yang diyakini sebagian Yahudi tentang Uzair, sebagian Nasrani tentang Isa, atau keyakinan politeistik tentang dewa-dewi). Kelahiran atau keturunan menyiratkan adanya permulaan dan membutuhkan materi lain, yang jelas kontradiktif dengan sifat kekal Allah.
Ayat terakhir, "Wa lam yakullahu kufuwan ahad," melengkapi penegasan Tauhid dengan menyatakan bahwa tidak ada satu pun makhluk, baik di bumi maupun di langit, yang sebanding atau setara dengan Allah. Ini menutup pintu bagi segala bentuk penyamaan (tasybih) terhadap Allah dengan ciptaan-Nya.
Keutamaan surat Al Ikhlas begitu besar sehingga Rasulullah SAW memberikan jaminan pahala yang luar biasa bagi yang membacanya dengan pemahaman. Salah satu hadits terkenal menyebutkan bahwa membaca surat ini setara dengan membaca sepertiga Al-Qur'an. Ini bukan berarti pahalanya sepertiga khatam, melainkan karena ia memuat inti ajaran utama Al-Qur'an, yaitu Tauhid.
Rasulullah SAW juga bersabda bahwa kecintaan seseorang kepada surat ini akan memasukkannya ke dalam surga bersama dengan orang-orang yang dicintai Allah. Membaca Al Ikhlas secara rutin setelah shalat fardhu, atau saat memasuki pagi dan petang, berfungsi sebagai benteng spiritual. Surat ini memperkuat keimanan seorang Muslim dan mengingatkannya secara konsisten tentang siapa Tuhannya yang sebenarnya, sehingga menjauhkan hati dari segala bentuk kekhawatiran duniawi yang bisa mengarah pada penyekutuan dalam tindakan atau ucapan.
Oleh karena itu, memahami dan merenungkan makna dari surat Al Ikhlas adalah pondasi penting bagi setiap Muslim. Surat ini bukan sekadar bacaan rutin, melainkan deklarasi keimanan yang murni, pengakuan totalitas keesaan Allah SWT, yang menjadi ruh dari seluruh ajaran Islam. Memahami Al Ikhlas berarti memahami hakikat penyembahan yang benar.