Kisah yang diabadikan dalam Surat Al-Fil (Surat Gajah) adalah salah satu peristiwa paling dramatis dan ajaib dalam sejarah pra-Islam, khususnya yang berhubungan langsung dengan pemuliaan Baitullah (Ka'bah) di Mekkah. Kejadian ini terjadi menjelang kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Peristiwa ini begitu monumental sehingga tahun di mana hal itu terjadi dikenal sebagai 'Amul Fil (Tahun Gajah).
Pada masa itu, Ka'bah adalah pusat ibadah suku-suku Arab. Namun, seorang penguasa Yaman yang kuat bernama Abraha bin Ash-Shabah, yang merupakan seorang Raja Nashrani (Kristen) yang tunduk pada Kekaisaran Abisinia (Ethiopia), merasa cemburu dan ingin mengalihkan pusat peribadatan Arab dari Mekkah ke gereja megah yang ia bangun di Yaman. Gereja yang dibangunnya, Al-Qullais, dirancang untuk menyaingi kemegahan Ka'bah.
Ketika Abraha melihat bahwa orang-orang Arab tetap melakukan ritual haji ke Ka'bah, ia menjadi murka. Ia bertekad untuk menghancurkan Ka'bah agar semua orang Arab datang beribadah ke gerejanya di Yaman. Untuk mewujudkan ambisinya, Abraha mengerahkan pasukan besar yang belum pernah terlihat sebelumnya di Jazirah Arab. Kekuatan utama pasukannya terletak pada pasukan gajahnya yang berjumlah sekitar sepuluh hingga dua belas ekor, sebuah pemandangan menakutkan bagi bangsa Arab yang saat itu hanya mengandalkan unta dan kuda dalam peperangan.
Pasukan raksasa ini bergerak perlahan menuju Mekkah. Setibanya di lembah dekat Mekkah, Abraha mengarahkan pasukannya untuk maju menyerbu dan merobohkan Ka'bah. Penduduk Mekkah, yang dipimpin oleh kakek buyut Nabi Muhammad, Abdul Muthalib bin Hasyim, berusaha menghindar. Mereka tahu bahwa melawan pasukan sebesar itu adalah bunuh diri. Abdul Muthalib dan beberapa tokoh Quraisy kemudian bersembunyi di gunung-gunung sambil berdoa memohon pertolongan Allah untuk melindungi rumah-Nya.
Ketika pasukan gajah, dengan gajah terbesarnya yang bernama Mahmud, bersiap menghancurkan Ka'bah, Allah subhanahu wa ta'ala mengirimkan pertolongan-Nya dari arah laut. Pertolongan itu datang dalam bentuk kawanan burung yang tidak dikenal. Para mufassir menyebut burung-burung ini sebagai Ababil, yang berarti datang bergelombang dan berkelompok-kelompok.
Burung-burung kecil ini, yang ukurannya menyerupai burung layang-layang atau burung walet, membawa batu-batu kecil yang keras—disebut *sijjil*—di paruh mereka dan di cakar mereka. Batu-batu ini bukanlah batu biasa; batu-batu tersebut berasal dari neraka, disebutkan telah dibakar panas oleh api ilahi.
Kawanan Ababil ini kemudian menjatuhkan batu-batu kecil itu secara serentak ke arah pasukan Abraha. Batu-batu itu menghantam kepala, badan, dan kaki pasukan gajah dan tentaranya. Dalam sekejap, pasukan yang tadinya perkasa itu hancur berkeping-keping. Tidak ada satu pun yang selamat kecuali Abraha yang kembali ke Yaman dalam keadaan tubuhnya hancur dan mati dalam keadaan yang sangat mengenaskan.
Surat Al-Fil (Ayat 1-5) merangkum peristiwa luar biasa ini: "Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah melakukan terhadap golongan gajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia? Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berkelompok-kelompok, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan ulat."
Kisah surat Al-Fil menceritakan kejadian saat Nabi Muhammad SAW belum diutus, namun peristiwa ini menjadi salah satu penanda kebesaran Allah dan kemuliaan Ka'bah yang kelak akan menjadi pusat dakwah beliau. Kejadian ini mengokohkan kedudukan Ka'bah sebagai rumah Allah yang dijaga secara gaib. Hal ini juga menunjukkan bahwa usaha merusak pusat kebenaran dan kebaikan akan selalu digagalkan oleh kekuatan ilahi, menegaskan bahwa kekuatan manusia, sehebat apa pun, tidak akan berarti di hadapan kehendak Sang Pencipta. Peristiwa ini menjadi pertanda awal bahwa Mekkah adalah tempat yang dilindungi, sebuah persiapan bagi masa depan kenabian Muhammad SAW.