Surat Al-Fil adalah surat ke-105 dalam urutan mushaf Al-Qur'an dan termasuk dalam golongan surat Makkiyah (diwahyukan di Mekkah). Surat ini terdiri dari lima ayat pendek namun memiliki makna yang sangat mendalam dan historis. Nama Al-Fil sendiri berarti "Gajah," yang diambil dari kisah utama yang diceritakan di dalamnya. Kisah ini adalah salah satu peristiwa besar yang mendahului kenabian Muhammad SAW, dikenal sebagai 'Amul Fil (Tahun Gajah).
Peristiwa ini terjadi ketika pasukan besar dari Yaman di bawah pimpinan Abrahah Al-Asyram berniat untuk menghancurkan Ka'bah di Mekkah. Abrahah merasa terancam dengan perkembangan pusat ibadah di Mekkah yang mengancam pusat ibadahnya yang baru dibangun di Yaman. Dengan pasukan yang sangat kuat, termasuk puluhan gajah, ia bergerak menuju kota suci tersebut, namun Allah SWT memiliki rencana yang lain untuk melindungi rumah-Nya.
Surat Al-Fil berfungsi sebagai pengingat akan kekuasaan mutlak Allah SWT yang mampu menghancurkan kekuatan terbesar sekalipun yang berniat merusak rumah-Nya. Kisah ini menegaskan bahwa rencana jahat manusia, betapapun besar kekuatannya, tidak akan pernah berhasil jika berhadapan dengan kehendak Ilahi.
Ayat kedua dan ketiga adalah inti dari mukjizat ini. Allah SWT tidak menggunakan tentara manusia, melainkan mengirimkan "thairan abaabiil," yang diartikan sebagai burung-burung yang datang berombongan atau bergelombang. Kata "abaabiil" menyiratkan kedatangan yang sangat banyak dan terorganisir.
Burung-burung ini membawa bekal berupa batu-batu kecil yang sangat keras, yang dalam ayat ketiga disebut "hijaratan min sijjiil." Para mufassir menjelaskan bahwa "sijjiil" berarti batu dari tanah liat yang telah dibakar keras oleh api neraka (atau panas yang luar biasa), sehingga menjadi sangat padat dan tajam. Ketika batu-batu ini dijatuhkan, ia mampu menembus kulit, daging, hingga tulang pasukan gajah Abrahah.
Hasilnya digambarkan dalam ayat keempat: "Fa ja'alahum ka'ashfim ma'kuul" (Lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan). Metafora ini sangat kuat; pasukan yang tadinya gagah perkasa kini hancur lebur, tinggal kerangka tak berarti, laksana sisa-sisa tanaman yang telah habis dimakan ulat atau hama. Kemenangan ini menegaskan bahwa meskipun teknologi militer dan jumlah pasukan mereka besar, mereka tidak berdaya di hadapan pertolongan Allah.
Ayat terakhir menutup kisah dengan penekanan tauhid: "Wa lam yaj'al lahum min duunillaahi ahadaa." Tidak ada pelindung, tidak ada sekutu, tidak ada penyelamat bagi mereka selain Allah SWT. Hal ini menjadi pelajaran penting bagi umat Islam untuk selalu bersandar hanya kepada Allah dalam menghadapi segala bentuk ancaman dan permusuhan. Peristiwa ini sekaligus menjadi prolog keberkahan bagi kota Mekkah dan menjadi tanda kebesaran Allah menjelang kelahiran Rasulullah SAW.