Surat Ad-Dhuha, yang diturunkan untuk menghibur Nabi Muhammad SAW di masa-masa sulit penantian wahyu, adalah lembaran kasih sayang ilahi yang menyentuh relung jiwa. Di tengah kegelapan keraguan dan kesedihan, Allah SWT menghadirkan penegasan dan janji-janji manis. Salah satu ayat yang paling mendalam dan menenangkan adalah Surat Ad-Dhuha ayat 8. Ayat ini bukan sekadar pengingat masa lalu, tetapi merupakan cetak biru kebahagiaan yang abadi bagi setiap hamba yang merasakannya.
وَلَا تَخْزُنُكَ ۖ فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ
Wa la’alla akhiratuka khairun laka minal-ula.
Dan sesungguhnya hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang pertama (dunia).
Ayat ke-8 dari Surah Ad-Dhuha (yang seringkali dibahas berdekatan dengan ayat 9, namun dalam beberapa riwayat penomoran yang berbeda, ayat ini merujuk pada salah satu inti penghiburannya) menekankan konsep eskatologis dalam Islam: bahwa akhirat jauh lebih mulia daripada kehidupan duniawi. Dalam konteks turunnya surat ini, Nabi Muhammad SAW tengah menghadapi tekanan batin karena jeda waktu turunnya wahyu. Allah SWT memberikan kepastian: kesabaran dan perjuangan di dunia ini akan dibayar dengan imbalan yang melampaui segala perhitungan.
Kata Arab 'Al-Ula' (الأُولَى) secara harfiah berarti yang pertama atau yang terdahulu. Dalam tafsir, ini merujuk pada kehidupan dunia, yang merupakan tahapan awal atau perkenalan. Sementara itu, 'Akhiruka' (الآخِرَة) merujuk pada kehidupan setelah kematian, yaitu akhirat. Perbandingan ini mengandung pesan fundamental: Jika kehidupan dunia yang penuh perjuangan dan bahkan cobaan ini saja sudah penuh berkah (sebagaimana dijelaskan di ayat-ayat sebelumnya tentang pemeliharaan Allah), maka kehidupan abadi di sisi-Nya pasti akan jauh lebih agung, penuh kenikmatan yang tiada tara.
Bagi seorang Nabi, janji ini berarti puncak kenabian, pahala yang sempurna, dan kedudukan tertinggi di surga. Bagi umatnya, ini adalah motivasi terbesar untuk menjalani ujian kehidupan dengan keyakinan penuh. Setiap kesulitan, setiap kesedihan, setiap malam yang terasa panjang, semuanya adalah investasi kecil menuju keuntungan abadi yang tak terhingga. Ini adalah janji bahwa penderitaan itu sementara, namun balasan atas keteguhan iman itu kekal.
Memahami Surat Ad-Dhuha ayat 8 membantu kita menata ulang prioritas hidup. Dalam hiruk pikuk mencari materi duniawi—yang seringkali membuat hati gundah dan pikiran kalut—ayat ini mengingatkan bahwa semua itu hanyalah 'yang pertama'. Dunia adalah ladang, sementara akhirat adalah panennya.
Pertama, ia menumbuhkan sikap zuhud praktis. Bukan berarti meninggalkan dunia sepenuhnya, melainkan tidak menjadikan dunia sebagai tujuan akhir. Kita bekerja keras, berinovasi, dan berinteraksi sosial, namun hati kita selalu terikat pada keridhaan Ilahi, karena hasil akhir yang kita kejar adalah ridha-Nya di keabadian.
Kedua, ia menjadi sumber ketahanan emosional. Ketika kita menghadapi kegagalan atau kehilangan, perspektif ini mencegah kita jatuh terlalu dalam ke dalam keputusasaan. Kegagalan di dunia hanyalah bagian kecil dari proses. Selama kita tidak gagal dalam menjaga akidah dan amal saleh, maka kerugian duniawi menjadi relatif kecil nilainya.
Ketiga, ayat ini mendorong amal jariyah. Jika akhirat lebih baik, maka setiap amal yang kita tanam hari ini—seperti sedekah, menolong sesama, atau mendidik anak dengan nilai-nilai luhur—adalah aset paling berharga yang kita kirimkan ke masa depan kita yang sesungguhnya. Amal adalah mata uang di sana, sementara kekayaan dunia akan ditinggalkan.
Ayat 8 ini berfungsi sebagai klimaks penghiburan setelah Allah SWT menegaskan tiga nikmat besar di awal surat:
Setelah semua jaminan kasih sayang dan pemeliharaan itu diberikan, Allah menutupnya dengan janji besar: "Dan sungguh, hari kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang pertama." Ini adalah bentuk konsolidasi janji. Allah tidak hanya menjamin hari ini, tetapi juga menjamin masa depan yang kekal, memastikan bahwa Nabi SAW dan umatnya tidak perlu merasa takut atau cemas akan akhir dari perjuangan mereka. Mereka sedang menuju tempat yang jauh lebih baik daripada apa pun yang bisa dibayangkan di dunia fana ini.
Oleh karena itu, Surat Ad-Dhuha, khususnya ayat 8, adalah manual psikologis dan spiritual bagi setiap mukmin yang merasa tersesat atau terpuruk. Ia mengajarkan bahwa optimisme sejati berasal dari keyakinan bahwa Allah telah menyiapkan hadiah yang jauh melampaui kesulitan saat ini.