Surah Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, memiliki kedudukan yang sangat istimewa, terutama bagi umat Islam yang membacanya di hari Jumat. Surat ini sarat dengan kisah-kisah penuh hikmah, mulai dari Ashabul Kahfi (pemuda gua), pemilik dua kebun, hingga kisah Nabi Musa dan Khidir. Namun, sepuluh ayat terakhir dari surah ini sering kali ditekankan karena mengandung peringatan penting dan janji agung.
Sepuluh ayat terakhir ini dimulai dari ayat 90 hingga ayat 110. Fokus utama dari penutup surah ini adalah penegasan kembali tentang keesaan Allah (Tauhid), peringatan keras terhadap kesyirikan dan amal yang sia-sia, serta janji balasan bagi mereka yang beriman dan beramal saleh. Memahami ayat-ayat ini bukan hanya sekadar bacaan rutin, tetapi merupakan fondasi spiritual untuk menghadapi ujian dunia.
Ayat-ayat awal dari penutup ini (misalnya QS. Al-Kahfi: 90-94) langsung menyoroti bahaya menyekutukan Allah, meskipun seseorang telah beramal baik dalam pandangan duniawi. Ini adalah pengingat bahwa kualitas amal tidak hanya dilihat dari kuantitasnya, tetapi dari kemurnian niat dan ketauhidan pelakunya. Allah SWT menegaskan bahwa amal-amal orang kafir, yang didasarkan pada penolakan terhadap ayat-ayat-Nya, akan dihancurkan laksana debu yang tertiup angin.
Inilah relevansinya bagi kehidupan modern: terkadang, kesibukan materi atau pencapaian duniawi membuat hati kita lalai terhadap sumber sejati kekuatan—yaitu Allah. Surah Kahfi mengajak kita introspeksi, memastikan bahwa pondasi iman kita kokoh sebelum kita membangun segala pencapaian lainnya.
Puncak dari penutup surah ini adalah penegasan tentang janji bagi hamba-hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh. Ayat 107 menjadi penyejuk hati bagi setiap mukmin:
Kata kunci di sini adalah "Firdaus" sebagai tempat persinggahan (Nuzulan). Firdaus adalah tingkatan surga tertinggi, janji yang luar biasa bagi mereka yang berhasil menjaga keseimbangan antara iman (keyakinan hati) dan amal saleh (aksi nyata sesuai syariat).
Ayat-ayat selanjutnya (108-110) melengkapi janji tersebut. Mereka akan kekal di dalamnya, tidak ingin berpindah tempat, dan yang paling penting, mereka tidak akan pernah mengharapkan perpindahan dari rahmat Allah SWT. Ini menunjukkan tingkatan kebahagiaan tertinggi di akhirat—yaitu kerelaan penuh dan kebahagiaan abadi di sisi Pencipta.
Sepuluh ayat terakhir Surah Al-Kahfi memberikan penutup yang tegas dan memberikan motivasi spiritual yang mendalam. Ia mengingatkan kita bahwa perjalanan hidup adalah ujian konsistensi. Sebagaimana para Ashabul Kahfi bertahan dalam keimanan mereka meski diancam kematian, seorang mukmin sejati dituntut untuk menjaga keikhlasan hingga nafas terakhir.
Surah Al-Kahfi mengajarkan kita untuk berlindung dari fitnah Dajjal (melalui sepuluh ayat pertamanya) dan mengajarkan kita cara meraih kesuksesan abadi (melalui sepuluh ayat terakhirnya). Dengan merenungkan ayat-ayat penutup ini, kita diingatkan untuk selalu memohon ketetapan iman, menjadikan amal saleh sebagai prioritas, dan menanamkan harapan penuh hanya kepada janji Allah SWT, Rabb semesta alam. Konsistensi dalam ketaatan adalah kunci untuk mencapai "Nuzulan Jannatil Firdaus" (tempat persinggahan surga Firdaus) yang dijanjikan.
Semoga perenungan terhadap 10 ayat terakhir Surah Al-Kahfi ini menguatkan langkah kita dalam meniti jalan ketaatan hingga akhir hayat.