Surah Al-Ikhlas, yang berarti 'Memurnikan Kepercayaan', adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an namun memiliki bobot keimanan yang luar biasa. Seringkali dibaca sebagai pengganti sepertiga Al-Qur'an karena padatnya kandungan tauhid di dalamnya, muncul pertanyaan penting bagi para mufassir dan pelajar agama: **Apakah Surah Ikhlas termasuk golongan Makkiyah atau Madaniyah?**
Secara umum, klasifikasi surat dalam Al-Qur'an menjadi Makkiyah (turun sebelum Hijrah ke Madinah) atau Madaniyah (turun setelah Hijrah) didasarkan pada waktu dan tempat turunnya wahyu. Klasifikasi ini penting karena seringkali memberikan konteks historis mengenai tujuan dan fokus utama ayat-ayat tersebut.
Mengenai Surah Al-Ikhlas (QS. Al-Ikhlas, surat ke-112), terdapat dua pendapat utama di kalangan ulama, meskipun salah satu pendapat jauh lebih kuat dan diterima secara luas:
Mayoritas ulama tafsir, termasuk Ibnu Katsir dan para ahli sejarah Islam, menggolongkan Surah Al-Ikhlas sebagai **surat Makkiyah**. Dasar argumen ini biasanya didasarkan pada riwayat yang menyebutkan bahwa surat ini diturunkan sebagai jawaban langsung terhadap pertanyaan kaum musyrik Quraisy tentang hakikat Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad SAW.
Riwayat yang paling sering dikutip menyebutkan bahwa orang-orang musyrik, atau kadang disebutkan Ahli Kitab (Yahudi atau Nasrani), datang kepada Nabi dan bertanya, "Sebutkanlah kepada kami nasab (keturunan) Tuhanmu!" atau "Sifat apa Tuhanmu itu?". Sebagai respons terhadap permintaan untuk mendefinisikan Zat Yang Maha Suci ini dengan batasan-batasan makhluk, Allah SWT menurunkan surat ini sebagai penegasan mutlak tentang Keesaan-Nya.
Fokus utama surat Makkiyah seringkali adalah penetapan akidah, tauhid, hari akhir, dan bantahan terhadap syirik. Karena Al-Ikhlas secara fundamental adalah pernyataan tauhid murni, maka sangat cocok dengan tema-tema yang dominan pada periode Mekkah.
Sebagian kecil riwayat menyebutkan bahwa surah ini turun di Madinah, mungkin sebagai jawaban terhadap pertanyaan yang dilontarkan oleh kaum munafik atau orang-orang Yahudi di sana yang ingin menguji pemahaman Nabi tentang Allah setelah hijrah. Namun, argumen ini dianggap lemah karena tidak didukung oleh banyak periwayatan yang kuat dan cenderung bertentangan dengan konteks dialog tauhid yang lebih awal.
Terlepas dari perdebatan klasifikasinya, makna Surah Al-Ikhlas tetap menjadi pijakan utama umat Islam dalam memahami konsep Allah SWT:
Terjemahan (Makna):
Setiap ayat berfungsi sebagai filter yang membersihkan keyakinan umat dari segala bentuk kesyirikan atau pemahaman yang keliru tentang Tuhan:
Meskipun status Makkiyah tampaknya lebih kuat secara historis, keutamaan Surah Al-Ikhlas tidak bergantung pada status turunnya. Rasulullah SAW bersabda bahwa membaca surat ini sebanding dengan membaca sepertiga Al-Qur'an. Keutamaan ini muncul karena inti surat ini adalah pengakuan penuh atas keesaan Allah (tauhid), yang merupakan pondasi seluruh ajaran Islam.
Bahkan, kecintaan Nabi kepada surat ini sangat besar. Beliau pernah bersabda kepada Aisyah RA bahwa Allah mencintainya sebagaimana Allah mencintai Surah Al-Ikhlas. Oleh karena itu, bagi seorang Muslim, terlepas dari apakah ia membacanya saat di Mekkah atau Madinah, Surah Ikhlas adalah inti doktrin yang harus selalu dihidupkan dalam keyakinan sehari-hari, memurnikan ibadah hanya kepada Yang Esa.