Surah An-Nasr, yang berarti "Pertolongan," adalah surah pendek dalam Al-Qur'an yang diturunkan di Madinah. Surah ini sering diartikan sebagai kabar gembira tentang kemenangan besar Islam dan janji pertolongan Allah kepada Nabi Muhammad SAW dan umatnya, sekaligus sebagai pengingat akan pentingnya bersyukur.
إِذَا جَآءَ نَصْرُ ٱللَّهِ وَٱلْفَتْحُ 1
وَرَأَيْتَ ٱلنَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِينِ ٱللَّهِ أَفْوَاجًا 2
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَٱسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ تَوَّابًا 3
Surah An-Nasr memiliki kedalaman makna yang luar biasa, terutama karena berkaitan dengan peristiwa besar dalam sejarah Islam. Sebagian besar mufasir sepakat bahwa surah ini diturunkan setelah Nabi Muhammad SAW berhasil menaklukkan kota Mekkah, atau dikenal sebagai Fathu Makkah. Peristiwa ini merupakan puncak dari perjuangan panjang umat Islam.
Ayat pertama, "Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan," adalah deklarasi ilahi bahwa janji Allah telah terwujud. Kemenangan ini bukan hanya kemenangan militer, tetapi juga kemenangan ideologis dan spiritual. Keberhasilan dakwah yang selama bertahun-tahun menghadapi penolakan dan penganiayaan kini membuahkan hasil manis yang dinantikan.
Ayat kedua menjelaskan dampak nyata dari pertolongan tersebut: "dan kamu melihat manusia berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah." Ini adalah visualisasi dari keberhasilan dakwah Nabi. Setelah Fathu Makkah, banyak suku dan individu yang sebelumnya ragu atau memusuhi Islam, kini dengan sukarela memeluk agama tauhid. Fenomena "berbondong-bondong" (أَفْوَاجًا - afwajan) menunjukkan kekuatan dan daya tarik kebenaran yang akhirnya terbukti nyata.
Keindahan surah ini terletak pada transisi dari kabar gembira menuju perintah spiritual. Kemenangan besar seringkali membawa risiko kesombongan atau kelalaian dalam ibadah. Oleh karena itu, Allah SWT memberikan instruksi krusial di ayat ketiga. Ini menunjukkan bahwa pencapaian duniawi, betapapun besarnya, harus selalu diiringi dengan peningkatan kualitas spiritual.
Ayat ketiga, "maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan kepada-Nya," adalah inti dari ajaran praktis surah ini. Tashbih (Subhanallah) adalah bentuk pengakuan bahwa segala kemuliaan dan kesempurnaan hanya milik Allah, bukan hasil kekuatan manusia semata. Ini adalah penegasan tauhid setelah menyaksikan manifestasi kekuasaan-Nya.
Sementara itu, Istighfar (memohon ampunan) menjadi penutup yang sempurna. Meskipun manusia telah mencapai puncak kejayaan, mereka tetaplah makhluk yang tidak luput dari kekurangan dan kelalaian, bahkan dalam momen kemenangan. Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW setelah turunnya ayat ini, diketahui lebih banyak beristighfar daripada sebelumnya. Ini memberikan pelajaran fundamental bahwa setiap keberhasilan adalah kesempatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, bukan malah menjauh karena merasa sudah cukup.
Penutup surah, "Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat (تَوَّابًا - Tawwaba)," memberikan rasa aman dan harapan. Allah tidak hanya Maha Pengampun, tetapi juga secara aktif menerima kembalinya hamba-Nya. Hal ini menegaskan bahwa pintu rahmat-Nya terbuka lebar, terutama bagi mereka yang menyadari kelemahan diri di tengah limpahan nikmat.
Surah An-Nasr bukan hanya catatan sejarah, tetapi juga pedoman abadi. Dalam konteks modern, surah ini mengingatkan umat Islam bahwa perjuangan (jihad) dalam arti luas—perjuangan untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan—akan selalu dibalas dengan pertolongan Ilahi. Namun, kemenangan tersebut harus disikapi dengan kerendahan hati, rasa syukur yang mendalam, dan kesadaran konstan akan kebutuhan untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Surah ini mengajarkan bahwa puncak keberhasilan spiritual adalah kemampuan untuk tetap bersyukur dan bersujud di hadapan Allah, terlepas dari seberapa besar pencapaian yang telah diraih.