Kajian Mendalam Mengenai Sumpah Keagungan dan Jalan Kebaikan
Surat Al-Lail dibuka dengan serangkaian sumpah yang sangat kuat oleh Allah SWT. Sumpah ini berfungsi untuk memberikan penekanan mutlak pada kebenaran pesan yang akan disampaikan selanjutnya. Allah bersumpah demi waktu dan kondisi tertentu, yaitu: Demi malam apabila menutupi (siang), Demi siang apabila terang benderang, Demi penciptaan laki-laki dan perempuan, serta Sesungguhnya usaha kamu itu sungguh bermacam-macam.
Sumpah-sumpah ini mencakup seluruh spektrum eksistensi: waktu (malam dan siang) dan identitas (laki-laki dan perempuan). Tujuannya adalah menegaskan bahwa keragaman dan perubahan dalam hidup ini adalah nyata dan menjadi landasan bagi pertanggungjawaban amal perbuatan manusia.
وَٱلَّيۡلِ إِذَا يَغۡشَىٰ وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰٓ إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ 1-4
(1) Demi malam apabila menutupi (siang), (2) dan siang apabila terang benderang, (3) dan penciptaan laki-laki dan perempuan, (4) sesungguhnya usaha kamu itu sungguh bermacam-macam.
Setelah menetapkan bahwa usaha manusia itu beragam (syatta), Allah menjelaskan bagaimana keragaman itu terwujud. Ayat 5 hingga 11 menjelaskan dua jalur utama yang ditempuh manusia: jalur kemurahan hati dan ketakwaan, serta jalur kekikiran dan kesombongan.
Bagi orang yang mendermakan hartanya di jalan Allah dan bertakwa, Allah menjanjikan kemudahan menuju kebahagiaan (Al-Jannah). Sebaliknya, bagi mereka yang kikir, merasa cukup dengan dirinya, dan mendustakan kebenaran, Allah akan memudahkan jalannya menuju kesengsaraan. Perbedaan jalan ini sangat kontras, menunjukkan konsekuensi logis dari pilihan hidup seseorang.
فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡيُسۡرَىٰ وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسۡتَغۡنَىٰ وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡعُسۡرَىٰ 5-10
(5) Maka adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa, (6) dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), (7) maka kelak Kami akan memudahkan baginya jalan kemudahan (kebahagiaan). (8) Dan adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, (9) dan mendustakan pahala yang terbaik, (10) maka kelak Kami akan memudahkan baginya jalan kesukaran (kesengsaraan).
Puncak dari bagian ini adalah penegasan bahwa harta yang ditinggalkan—yang digunakan untuk berbuat kikir atau disalurkan untuk kebaikan—tidak akan bermanfaat di akhirat kecuali harta itu digunakan untuk membersihkan diri dari dosa dan mencari keridaan Ilahi.
Ayat 12 hingga 18 merinci bahwa tugas utama manusia bukanlah mengumpulkan harta, melainkan memberi peringatan. Pemberian peringatan itu bermanfaat bagi orang yang takut kepada siksa Allah. Puncak kebahagiaan sejati adalah ketika orang yang bertakwa itu dijauhkan dari api neraka dan didekatkan ke surga. Inilah keberuntungan terbesar yang melampaui nilai kekayaan materi apa pun.
وَمَا تُغۡنِي عَنۡهُ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰٓ إِنَّ عَلَيۡنَا لَلۡهُدَىٰ وَإِنَّ لَنَا لَلۡءَاخِرَةَ وَٱلۡأُولَىٰ فَأَنذَرۡتُكُمۡ نَارٗا تَلَظَّىٰ لَا يَصۡلَىٰهَآ إِلَّا ٱلۡأَشۡقَى ٱلَّذِي كَذَّبَ وَتَوَلَّىٰ وَسَيُجَنَّبُهَا ٱلۡأَتۡقَى ٱلَّذِي يُؤۡتِي مَالَهُۥ يَتَزَكَّىٰ وَمَا لِأَحَدٍ عِندَهُۥ مِن نِّعۡمَةٍ تُجۡزَىٰٓ إِلَّا ٱبۡتِغَآءَ وَجۡهِ رَبِّهِ ٱلۡأَعۡلَىٰ وَلَسَوۡفَ يَرۡضَىٰ 11-21
(11) Dan hartanya itu tidak bermanfaat baginya ketika ia telah binasa. (12) Sesungguhnya tugas Kami-lah memberikan petunjuk. (13) Dan sesungguhnya bagi Kami-lah (kekuasaan atas) kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. (14) Maka Aku memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala. (15) Tidak ada yang akan memasukinya kecuali orang yang paling celaka, (16) yang mendustakan dan berpaling. (17) Dan kelak akan dijauhkan dari neraka itu orang yang paling takwa, (18) yang menginfakkan hartanya untuk mensucikan diri, (19) dan tiada seorang pun mempunyai nikmat yang wajib dia balas (di sisi Allah), (20) kecuali karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. (21) Dan kelak dia pasti mendapatkan kepuasan.
Ayat 1 hingga 21 Surat Al-Lail ini memberikan kerangka kerja moral yang jelas. Kehidupan adalah arena ujian dengan hasil yang sangat bervariasi. Fokus kita seharusnya bukan pada akumulasi kekayaan (yang akan ditinggalkan saat "ter-radda"/binasa), melainkan pada bagaimana kita menggunakan anugerah yang dimiliki—apakah itu waktu, potensi fisik, atau harta—untuk meraih keridaan Allah. Allah telah menetapkan jalan kemudahan bagi mereka yang memilih kedermawanan dan ketakwaan, dan jalan kesulitan bagi yang memilih kekikiran dan penolakan. Keberuntungan sejati adalah dijauhkan dari api neraka dan mencapai keridaan abadi dari Tuhan Yang Maha Tinggi.