Surah Al-Kahfi adalah surah yang kaya akan pelajaran hidup, di mana empat kisah utama disajikan sebagai pedoman bagi umat Islam dalam menghadapi berbagai ujian duniawi. Bagian akhir surah ini, khususnya ayat 83 hingga 110, menyajikan penutup yang kuat, membahas tentang Zulkarnain, pertanggungjawaban amal, dan hakikat kehidupan dunia serta akhirat.
Ayat-ayat pembuka di bagian ini menjelaskan tentang sosok Raja Zulkarnain yang saleh, salah satu mukmin terkuat yang diberi kekuasaan oleh Allah untuk berkelana ke timur dan barat. Kisahnya menjadi pelajaran penting tentang bagaimana kekuatan seharusnya digunakan. Zulkarnain tidak menyombongkan diri atas kekuasaannya, melainkan menggunakannya untuk menegakkan keadilan dan membantu orang-orang yang lemah.
Ketika ia mencapai tempat terbitnya matahari, dan kemudian tempat terbenamnya, ia selalu melaksanakan perintah Allah. Ketika ia sampai di antara dua gunung di mana terdapat kaum yang hampir tidak mengerti perkataan, ia berinteraksi dengan mereka dengan cara yang bijaksana.
Puncak kisahnya adalah ketika ia membangun penghalang (benteng) antara kaum yang lemah tersebut dengan Ya'juj dan Ma'juj. Ia menolak tawaran upah dari kaum tersebut, menunjukkan bahwa niatnya murni karena Allah semata. Ia mengatakan: "Ini adalah rahmat dari Tuhanku, tetapi apabila sudah datang janji Tuhanku, maka Dia akan meratakannya; dan janji Tuhanku itu adalah benar." (QS. Al-Kahfi: 98)
(Dan apabila kamu telah berjanji kepada mereka, maka sesungguhnya mereka akan menagih kepadamu harta, dan janganlah kamu membebani mereka atas apa yang sulit bagi mereka.)
Setelah kisah Zulkarnain, pembahasan beralih ke realitas akhirat dan perbandingan tajam antara kehidupan dunia yang fana dengan kehidupan akhirat yang abadi. Ayat-ayat ini berfungsi sebagai peringatan keras bagi mereka yang terbuai oleh gemerlap dunia.
Allah SWT menggambarkan orang-orang yang menyia-nyiakan hidupnya di dunia, yang mengira bahwa usaha mereka di dunia sudah mencukupi. Mereka disibukkan dengan kesenangan materi, sementara amal mereka sia-sia.
Ayat 103 dan 104 menegaskan kerugian orang-orang tersebut:
Katakanlah: "Haruskah Kami beritakan kepadamu orang-orang yang paling rugi amalnya?" (Yaitu) orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya di dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya. (QS. Al-Kahfi: 103-104)
Bagian penutup surah ini memberikan penutup yang penuh harapan dan dorongan bagi orang-orang beriman. Jika kaum kafir rugi karena amal yang sia-sia, maka kebalikan dari itu adalah mereka yang beriman dan beramal saleh akan mendapatkan balasan yang tak terhingga.
Ayat 107 secara eksplisit menjanjikan surga bagi mereka yang beriman dan melakukan kebajikan:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka disediakan Surga Firdaus sebagai tempat tinggal.
Ayat-ayat terakhir ini menekankan bahwa meskipun dunia menawarkan kenikmatan sesaat, tidak ada yang dapat menandingi keridhaan Allah dan kehidupan abadi di akhirat. Pesan terakhirnya adalah konsistensi dalam ibadah dan ketaatan kepada Allah, tanpa menyekutukan-Nya dengan apapun, meskipun itu berarti harus menolak godaan dunia yang tampak menarik.
Surah Al-Kahfi, melalui ayat 83 hingga 110, mengajarkan kita untuk senantiasa menyeimbangkan antara ikhtiar duniawi dan persiapan ukhrawi, serta selalu menjaga kemurnian tauhid dalam setiap langkah kehidupan.