Ilustrasi Konsep Pembelajaran dan Bimbingan.
Surah Al-Kahfi, yang dikenal sebagai surah perlindungan dan pemikiran mendalam, memuat kisah-kisah penuh hikmah. Salah satu ayat krusial yang sering diangkat dalam konteks pendidikan dan bimbingan adalah ayat ke-66. Ayat ini menampilkan dialog antara Nabi Musa AS dengan seorang hamba Allah yang bijaksana (sering diidentifikasi sebagai Khidir AS). Inti dari dialog ini adalah pengakuan akan keterbatasan ilmu manusia dan perlunya bimbingan dari sumber yang lebih mendalam.
QS. Al-Kahfi [18]: 66: "Musa berkata kepadanya: 'Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku sebagian dari ilmu yang benar yang telah diajarkan kepadamu?'"
Permintaan Nabi Musa ini bukanlah bentuk ketidakpercayaan, melainkan penegasan terhadap prinsip dasar pendidikan: bahwa pengetahuan yang benar seringkali datang dari sumber yang lebih berilmu. Bagi seorang pendidik, ayat ini menjadi cermin penting. Ia mengingatkan bahwa meskipun seorang guru memiliki otoritas dan pengetahuan, ia tidak pernah bisa mengklaim telah menguasai seluruh kebenaran.
Ayat 66 menekankan bahwa bahkan seorang nabi yang mulia pun bersedia menjadi murid. Sikap tawadhu (rendah hati) ini merupakan fondasi etika seorang pendidik sejati. Seorang pendidik yang efektif adalah seseorang yang tidak berhenti belajar. Ia menyadari bahwa dunia terus berubah, ilmu pengetahuan berkembang, dan setiap peserta didik membawa perspektif unik yang dapat memperkaya pemahamannya sendiri.
Fungsi utama pendidik, sebagaimana dicerminkan dalam permintaan Nabi Musa, adalah memfasilitasi transfer 'ilmu yang benar'—ilmu yang memiliki kedalaman dan keberkahan. Ini bukan sekadar transfer data atau hafalan, melainkan pembimbingan menuju pemahaman hakikat sesuatu. Pendidik dituntut untuk melampaui kurikulum permukaan dan menuntun murid pada prinsip-prinsip dasar dan hikmah di baliknya.
Interpretasi kontekstual ayat ini memberikan beberapa tuntutan moral dan profesional bagi para pendidik modern:
Peran pendidik tidak selesai ketika bel berbunyi. Mereka adalah pemelihara obor keilmuan. Ketika pendidik bersikap terbuka untuk terus 'mengikuti' dan 'belajar', mereka memberikan teladan yang jauh lebih kuat daripada materi yang diajarkan. Mereka menanamkan budaya literasi dan kerendahan hati intelektual pada generasi penerus.
Di era informasi yang serba cepat, di mana setiap orang dapat mengakses data mentah melalui internet, tantangan pendidik semakin besar. Mereka bukan lagi satu-satunya gerbang informasi. Justru, mereka harus menjadi filter, kurator, dan penafsir. Mereka harus mampu membedakan antara informasi yang valid dan disinformasi yang menyesatkan, sebuah tugas yang memerlukan 'ilmu yang benar' yang didoakan oleh Nabi Musa.
Ayat ini mengajarkan bahwa bimbingan yang tulus seringkali membutuhkan kesabaran ekstra dan pemahaman terhadap proses belajar yang mungkin tampak tidak logis bagi orang awam—seperti tindakan Khidir yang dinilai janggal oleh Musa pada awalnya. Seorang pendidik harus memiliki kesabaran untuk membimbing murid melalui fase kebingungan menuju pencerahan, memercayai proses yang mungkin belum dapat dipahami sepenuhnya oleh pengamat luar. Oleh karena itu, Surah Al-Kahfi ayat 66 menjadi monumen abadi bagi pentingnya kerendahan hati, kerinduan akan ilmu sejati, dan peran guru sebagai fasilitator bimbingan Ilahiah.