Makna Pertemuan Musa dan Khidr: Pelajaran dari Surah Al-Kahfi Ayat 60

Ilustrasi Pertemuan Dua Lautan dan Pencarian Ilmu Sebuah visualisasi pertemuan dua sosok di tepi perairan, melambangkan batas ilmu pengetahuan. Batas Ilmu

Surah Al-Kahfi adalah salah satu surah yang kaya akan pelajaran hidup, kisah teladan, dan peringatan ilahiah. Di antara ayat-ayatnya yang fundamental, terdapat ayat ke-60 yang menjadi titik krusial dalam kisah pertemuan antara Nabi Musa 'alaihissalam dengan hamba Allah yang bijaksana, Khidr.

وَإِذْ قَالَ مُوسَىٰ لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّىٰٓ أَبْلُغَ مَجْمَعَ بَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا

(Wa idh qāla Mūsā lifitāhu lā abraḥu ḥattā ablugha majma‘a baḥrayni aw amḍiya ḥuqubā) Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya (Yusa'): "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum aku sampai ke tempat bertemunya dua lautan; atau aku akan berjalan terus selama bertahun-tahun."

Konteks Ayat: Tekad Mencari Kebenaran

Ayat 60 Surah Al-Kahfi ini membuka babak baru dalam perjalanan spiritual Nabi Musa as. Ayat ini merefleksikan tekad baja seorang pencari ilmu yang tidak mengenal lelah. Musa as. menyatakan kesediaannya untuk melakukan perjalanan yang sangat panjang—bahkan "selama bertahun-tahun" (ḥuqubā)—hanya demi mencapai satu tujuan: bertemu dengan sosok yang telah diberitahukan kepadanya memiliki ilmu ladunni (ilmu dari sisi Allah) yang tidak dimiliki Musa sendiri.

Frasa "majma‘a baḥrayn" atau "tempat bertemunya dua lautan" seringkali ditafsirkan secara literal sebagai dua perairan geografis yang bertemu (seperti di titik tertentu di Timur Tengah), namun para ulama juga menafsirkannya secara simbolis. Dua lautan ini dapat melambangkan dua jenis ilmu: ilmu zahir (syariat) yang telah dikuasai Musa, dan ilmu batin (hakikat) yang dimiliki oleh Khidr. Pertemuan ini adalah tentang penyatuan kedua spektrum pengetahuan tersebut.

Pentingnya Semangat Menuntut Ilmu

Kisah ini mengajarkan kita bahwa kedalaman ilmu—bahkan bagi seorang Nabi sekelas Musa as.—memiliki batas. Keutamaan ilmu tidak hanya diukur dari apa yang telah dipelajari, tetapi juga dari kerendahan hati untuk mengakui kekurangan dan semangat untuk terus mencari lebih banyak lagi. Nabi Musa as., meskipun seorang pembawa wahyu, rela menanggalkan statusnya sebagai pemimpin besar untuk menjadi murid di hadapan Khidr.

Perjalanan yang disebutkan sebagai "bertahun-tahun" menekankan bahwa ilmu yang hakiki seringkali membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, dan kenyamanan. Ini bukan sekadar membaca buku, melainkan sebuah proses transformasi diri. Jika Musa as. membutuhkan perjalanan fisik yang melelahkan untuk bertemu gurunya, maka kita hari ini dituntut untuk memiliki konsistensi dalam ketaatan dan kegigihan dalam belajar setiap hari.

Ujian Kesabaran dan Batasan Pengetahuan

Ayat selanjutnya (ayat 61) menjelaskan bahwa Musa as. bersama pengikutnya akhirnya tertidur dan kehilangan jejak karena ikan yang mereka bawa sebagai bekal hidup kembali ke laut. Kejadian ini menjadi ujian pertama kesabaran Musa as. dan pengikutnya. Kekhilafan kecil dalam menjaga bekal ini menandakan bahwa perjalanan spiritual memerlukan perhatian total dan kesiapan mental yang prima.

Kisah Musa dan Khidr secara keseluruhan, yang dimulai dengan tekad agung di ayat 60, adalah pengingat bahwa terkadang, hal-hal yang kita anggap sebagai kebijaksanaan atau keadilan dalam pandangan ilmu zahir (syariat) mungkin memiliki dimensi lain yang hanya bisa dipahami melalui hikmah yang lebih tinggi (hakikat). Musa as. pada awalnya keberatan dengan tindakan-tindakan Khidr yang tampak merusak atau tidak adil, namun Khidr selalu menjawab, "Bukankah aku telah berkata, sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup bersabar bersamaku?"

Aplikasi Kontemporer Ayat 60

Dalam konteks kehidupan modern, Surah Al-Kahfi ayat 60 ini relevan dalam banyak aspek. Pertama, ia menantang rasa puas diri kita terhadap pengetahuan yang sudah dimiliki. Kedua, ia mendorong kita untuk tidak cepat menghakimi kenyataan yang terjadi di sekitar kita, karena mungkin ada "lautan ilmu" lain yang belum kita jangkau untuk memahami konteks penuhnya.

Mencari ilmu, baik ilmu dunia maupun ilmu agama, harus didorong oleh motivasi yang murni, yaitu mencapai ridha Allah dan pemahaman yang lebih mendalam tentang ciptaan-Nya. Tekad Musa as. dalam ayat ini—"Aku tidak akan berhenti"—seharusnya menjadi semboyan bagi setiap muslim yang bercita-cita untuk terus tumbuh secara spiritual dan intelektual sepanjang hayatnya.

Ayat ini adalah fondasi yang menunjukkan bahwa pencarian kebenaran adalah perjalanan tanpa batas, di mana kerendahan hati untuk menerima bimbingan dari siapapun yang memiliki ilmu lebih adalah kunci utama untuk melintasi batas pengetahuan kita sendiri.

🏠 Homepage