Surah Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, menyimpan banyak pelajaran fundamental tentang kehidupan, iman, serta cobaan duniawi. Ayat 32 hingga 59 merupakan bagian krusial yang membahas perumpamaan tentang dua tipe kebun (pemilik harta) dan peringatan keras mengenai batasan antara ketaatan dan kesombongan dalam menikmati nikmat dunia.
Ayat-ayat ini menyajikan perbandingan yang tajam antara dua orang kaya yang memiliki kebun anggur yang subur. Orang pertama digambarkan sombong dan kufur nikmat, sementara orang kedua, meskipun memiliki harta yang sama, bersikap rendah hati dan selalu mengingat Allah SWT.
وَاِضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا
32. Dan berilah mereka suatu perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi salah seorang di antara keduanya dua kebun dari buah anggur dan Kami kelilingi keduanya dengan pohon-pohon kurma dan Kami letakkan di antara keduanya ladang (tanaman).
Orang yang kufur nikmat itu berkata dengan penuh kesombongan ketika melihat hasil panennya, "Aku tidak menyangka bahwa kebun ini akan binasa dan aku tidak menyangka kiamat itu akan datang." Ia juga berkata, "Sekalipun Tuhanku mengembalikanku (ke dunia), niscaya aku akan mendapatkan yang lebih baik daripada kebun ini." Kesombongan ini adalah akar dari penolakan terhadap kebenaran, yaitu pengingkaran terhadap Hari Kebangkitan (Kiamat) dan meremehkan kekuasaan Allah SWT.
Kontras ditunjukkan melalui dialog antara kedua pemilik kebun tersebut. Pemilik yang beriman menegur temannya, mengingatkannya bahwa semua yang dimiliki berasal dari karunia Allah. Ia berkata, "Mengapa kamu tidak bertasbih kepada Tuhanmu dan mengapa kamu tidak mengatakan 'Masha Allah La Quwwata Illa Billah' (Inilah yang dikehendaki Allah, tiada kekuatan kecuali dari Allah)?"
قَالَ لَهُ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا
37. Berkatalah temannya sedang ia bercakap-cakap dengannya: "Mengapa kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
Peringatan keras datang berupa azab Allah. Kebun yang dibanggakan itu dihancurkan oleh siksaan dari langit, sehingga pemiliknya hanya bisa menyesal melihat tanaman yang telah musnah. Pelajaran di sini sangat jelas: kemewahan dunia bersifat fana, dan kesombongan hanya membawa kehancuran.
Allah SWT kemudian menguatkan pelajaran tersebut dengan menjelaskan hakikat dunia. Dunia diibaratkan seperti hujan yang menyuburkan tumbuhan, kemudian pada pagi harinya tumbuhan itu menjadi kering dan hancur. Ini adalah metafora tentang cepatnya perubahan kondisi dunia dan kefanaannya.
Ayat 49 menyebutkan secara eksplisit bahwa harta dan anak-anak hanyalah perhiasan duniawi yang menipu. Kehidupan ini adalah ujian. Ketika tiba hari perhitungan, harta dan keturunan tidak dapat menyelamatkan seseorang dari azab Allah, kecuali amal saleh yang tulus.
Pada bagian akhir rentang ayat ini, Allah memerintahkan Malaikat untuk bersujud kepada Adam sebagai penghormatan saat penciptaan. Perintah ini ditujukan kepada semua malaikat, dan semua menaatinya kecuali Iblis, yang menolak karena kesombongan (ayat 50). Penolakan Iblis ini menjadi cerminan bagi manusia yang memilih kesombongan daripada tunduk kepada kebenaran.
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ الْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ ۗ أَتَفْتَخِذُونَهُ وَذُرِّيَّتَهُ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِي وَهُمْ لَكُمْ عَدُوٌّ ۚ بِئْسَ لِلظَّالِمِينَ بَدَلًا
50. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: "Sujudlah kamu kepada Adam!" Maka mereka pun bersujud kecuali Iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan keturunannya sebagai teman (pelindung) selain Aku, padahal mereka adalah musuh bagimu? Seburuk-buruk pertukaran bagi orang-orang yang zalim.
Ayat-ayat penutup dalam rentang ini menekankan kondisi para penentang hari pembalasan. Mereka akan merasa terkejut ketika azab menimpa, dan mereka akan merindukan kesempatan untuk kembali ke dunia hanya demi beriman dan beramal saleh, sebuah kerinduan yang mustahil terwujud. Kisah ini menjadi pengingat konstan bagi umat Islam untuk selalu waspada terhadap jebakan dunia dan kesombongan, serta meneladani sikap syukur dan tawadhu (rendah hati) yang dicontohkan oleh pemilik kebun yang beriman.
Memahami Surah Al-Kahfi ayat 32-59 mengajarkan kita untuk senantiasa menyeimbangkan antara menikmati karunia Allah di dunia dengan persiapan bekal untuk akhirat, menghindari sifat yang menyerupai Iblis, dan selalu mengakui bahwa segala kekuatan dan nikmat hanya datang dari sisi Allah SWT semata.