Surah Al-Kahfi, salah satu surat terpanjang dalam Al-Qur'an, menyimpan kisah-kisah penuh hikmah dan peringatan penting bagi umat manusia. Ayat 21 hingga 40, khususnya, menyoroti kontras antara kekayaan duniawi dan kebahagiaan hakiki di akhirat, serta bahaya kesombongan dan kekaguman berlebihan terhadap harta benda.
Kisah Pemilik Kebun (Ayat 32-44)
Bagian ini mengisahkan tentang dua orang sahabat. Salah satunya adalah orang yang diberi karunia berupa kebun yang subur dan melimpah ruah. Namun, ia dibutakan oleh kesombongan atas hartanya dan lupa akan hakikat kekuasaan Allah SWT. Ayat-ayat ini menggambarkan dialog antara orang yang beriman dan temannya yang kufur nikmat.
وَا ضْرِبْ لَهُمْ مَثَلًا رَجُلَيْنِ جَعَلْنَا لِأَحَدِهِمَا جَنَّتَيْنِ مِنْ أَعْنَابٍ وَحَفَفْنَاهُمَا بِنَخْلٍ وَجَعَلْنَا بَيْنَهُمَا زَرْعًا
(23) Dan buatlah bagi mereka suatu perumpamaan dua orang laki-laki, Kami jadikan bagi seorang di antara keduanya dua kebun anggur dan Kami kelilingi keduanya dengan pohon-pohon kurma dan Kami letakkan di antara keduanya ladang (tanaman lain).
Kesombongan pemilik kebun itu memuncak ketika ia berkata dengan angkuh, "Aku tidak menyangka bahwa kebun ini akan binasa dan aku tidak menyangka kiamat itu akan datang." Ia menganggap hartanya sebagai kekekalan dan kekuasaan absolutnya. Sahabatnya yang beriman berusaha menasihatinya untuk bersyukur dan mengingat Allah.
قَالَ صَاحِبُهُ وَهُوَ يُحَاوِرُهُ أَكَفَرْتَ بِالَّذِي خَلَقَكَ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُطْفَةٍ ثُمَّ سَوَّاكَ رَجُلًا
(37) Berkatalah sahabatnya sedang ia bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?
Nasihat ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu yang kita miliki, baik itu kekayaan, ilmu, atau keturunan, hanyalah titipan dari Allah SWT. Kehancuran kebun tersebut menjadi pelajaran nyata tentang kefanaan dunia. Ketika musibah datang, pemilik kebun itu menyesali kesombongannya dan menyadari bahwa hartanya tidak ada artinya di hadapan kekuasaan Allah.
Pentingnya Bersyukur dan Mengingat Akhirat (Ayat 39-40)
Ayat 39 dan 40 adalah inti dari perumpamaan tersebut. Setelah menyaksikan kehancuran hartanya, pemilik kebun itu akhirnya mengakui kesalahannya dan bersyukur.
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا
(39) dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu "Apa yang dikehendaki Allah (terjadi). Tiada kekuatan kecuali dengan Allah". Sekalipun kamu melihatku kurang darimu dalam harta dan anak.
فَعَسَىٰ رَبِّي أَنْ يُؤْتِيَنِ خَيْرًا مِنْ جَنَّتِكَ وَيُرْسِلَ عَلَيْهَا حُسْبَانًا مِنَ السَّمَاءِ فَتُصْبِحَ صَعِيدًا زَلَقًا
(40) Mudah-mudahan Tuhanku akan memberi kepadaku (daripada kamu) kebun yang lebih baik daripada kebunmu (ini) dan Dia mengirimkan ketentuan (petir) atas (kebun)mu, lalu menjadi tanah yang licin.
Pelajaran utama yang dapat diambil adalah pentingnya mengucapkan "Ma syaa Allah, Laa quwwata illa billah" (Apa yang Allah kehendaki terjadi, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) saat melihat keberhasilan atau kemewahan. Hal ini mengingatkan bahwa segala pencapaian adalah berkat rahmat Allah semata, bukan semata-mata usaha atau kepandaian pribadi. Kesombongan dan melupakan akhirat adalah jalan menuju kehancuran, sementara kerendahan hati dan rasa syukur adalah kunci kebahagiaan sejati.
Kisah Mukjizat Nabi Musa dan Khidr (Ayat 60-82)
Meskipun fokus utama artikel ini adalah 21-40, Surah Al-Kahfi terus menyajikan pelajaran mendalam lainnya. Kisah pertemuan Nabi Musa dengan Khidr (ayat 60-82) adalah contoh bagaimana ilmu manusia terbatas dibandingkan ilmu Allah yang Maha Luas. Perjalanan mereka mengajarkan kesabaran dan penerimaan terhadap takdir Ilahi, meskipun awalnya tampak tidak masuk akal atau bahkan zalim.
Ayat-ayat ini secara keseluruhan berfungsi sebagai pengingat konstan bahwa kehidupan dunia ini hanyalah sementara. Kekayaan dan kekuasaan akan sirna, tetapi amal perbuatan baik serta ketakwaan kepada Allah SWT akan kekal abadi. Membaca dan merenungkan ayat-ayat ini, khususnya ayat 21-40, membantu seorang mukmin menimbang kembali prioritas hidupnya agar tidak terpedaya oleh gemerlap dunia yang fana.