Surah Al-Kahfi (Gua) adalah salah satu surah penting dalam Al-Qur'an yang kaya akan pelajaran hidup, kisah inspiratif, dan peringatan ilahiah. Ayat terakhir dari surah ini, yaitu **Surah Al-Kahfi ayat 110**, seringkali menjadi penutup perenungan kita terhadap keseluruhan isi surah. Ayat ini mengandung inti pesan tentang keterbatasan manusia dalam memahami kehendak dan ilmu Allah SWT.
Transliterasi: Qul innamā anā basharun mithlukum yūḥā ilayya annamā ilāhukum ilāhun wāḥid, faman kāna yarjū liqā’a Rabbihī falyak’al ‘amalan ṣāliḥan wa lā yushrik bi-‘ibādati Rabbihī aḥadā.
Artinya: Katakanlah (Muhammad): "Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwasanya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan jangan ia mempersekutukan seorang pun dalam ibadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110)
Ayat 110 merupakan penutup yang sangat kuat dan merangkum prinsip utama ajaran Islam. Setelah membahas kisah Ashabul Kahfi (pemuda Ashabul Kahfi), Musa dan Khidir, serta Dzulkarnain—ketiga kisah yang masing-masing mengandung pelajaran tentang iman, ilmu, dan kekuasaan—Allah SWT menutup surah dengan pengingat fundamental kepada Nabi Muhammad SAW, dan secara implisit kepada seluruh umat manusia.
Bagian pertama ayat ini menegaskan sifat kemanusiaan Nabi Muhammad SAW: "Katakanlah (Muhammad): 'Sesungguhnya Aku ini hanyalah seorang manusia biasa seperti kamu...'". Penegasan ini penting untuk menepis klaim bahwa Nabi adalah sosok supernatural yang memiliki pengetahuan mutlak, kecuali apa yang diwahyukan kepadanya. Ini menetapkan batasan antara pemberi wahyu (Allah) dan penerima wahyu (Nabi).
Inti tauhid (keesaan Allah) kembali ditegaskan: "...Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa." Prinsip ini menjadi fondasi dari segala amal perbuatan yang diterima.
Ayat ini kemudian memberikan formula pasti bagi siapa pun yang menginginkan kebahagiaan tertinggi, yaitu perjumpaan dengan Tuhan (yakni meraih ridha Allah di akhirat):
Kedua poin terakhir—amal saleh dan keikhlasan total—adalah dua sayap yang harus dimiliki agar amal tersebut bernilai di sisi Allah SWT. Amal tanpa keikhlasan dianggap sia-sia, sebagaimana disebutkan dalam konteks lain dalam Al-Qur'an. Ayat terakhir Surah Al-Kahfi ini berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa kesuksesan sejati diukur dari kualitas hubungan kita dengan Pencipta, yang diwujudkan melalui tindakan nyata yang saleh dan hati yang tauhid.
Di tengah hiruk pikuk dunia modern yang cenderung materialistis dan serba cepat, pengingat ini sangat relevan. Ujian fitnah dunia—seperti harta, kesenangan, dan popularitas—yang dibahas dalam Al-Kahfi, semuanya berakhir ketika kita diingatkan pada ayat pamungkas ini. Kita didorong untuk senantiasa menimbang setiap amal kita: Apakah ini dilakukan karena mengharap wajah Allah, ataukah karena mencari pujian manusia? Surah Al-Kahfi ditutup dengan penekanan bahwa kebahagiaan kekal hanya bisa diraih melalui kesungguhan dalam memegang teguh tauhid dan konsistensi dalam kebaikan.