Pertanyaan mengenai urutan surat dalam Al-Qur'an sering muncul di kalangan umat Islam yang ingin mendalami mushaf. Salah satu pertanyaan spesifik adalah: setelah surat Al-Lail adalah surat apa? Mengetahui susunan ini penting, bukan hanya untuk hafalan, tetapi juga untuk memahami konteks penempatan wahyu yang telah diatur secara tartib (teratur) oleh Allah SWT melalui Rasulullah SAW.
Surat Al-Lail (malam hari) adalah surat ke-92 dalam urutan mushaf standar Al-Qur'an. Surat ini termasuk dalam golongan surat Makkiyah karena diturunkan di Mekkah sebelum Hijrah. Surat ini diawali dengan sumpah Allah SWT demi waktu malam yang menyelimuti, menekankan kontras antara malam yang gelap dan siang yang terang benderang, serta memberikan peringatan tentang perbedaan jalan hidup yang ditempuh manusia.
Representasi urutan surat dalam Al-Qur'an.
Jadi, jawaban langsung dari pertanyaan mengenai setelah surat Al-Lail adalah surat Ad-Duha. Surat Ad-Duha memiliki nomor urut 93 dalam mushaf. Perlu dicatat bahwa penomoran dan susunan surat dalam Al-Qur'an yang kita kenal saat ini adalah berdasarkan urutan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW dan telah menjadi konsensus umat (Muṣḥaf 'Uthmānī).
Perbedaan Urutan Wahyu dan Urutan Mushaf
Penting untuk membedakan antara urutan turunnya wahyu (tartib nuzul) dengan urutan penyusunan dalam mushaf (tartib tartili). Surat Al-Lail dan Ad-Duha, seperti banyak surat lainnya, tidak diturunkan secara berurutan dalam waktu. Sebagai contoh, Surat Al-Lail adalah surat Makkiyah awal, sementara Surat Ad-Duha (nomor 93) adalah surat Makkiyah yang diturunkan belakangan, sering dikaitkan dengan peristiwa terhentinya wahyu sementara kepada Nabi Muhammad SAW.
Namun, ketika Allah memerintahkan Rasul-Nya untuk meletakkan ayat dan surat pada posisi tertentu dalam kompilasi Al-Qur'an, maka itulah yang diikuti. Susunan 114 surat yang ada saat ini, yang dimulai dengan Al-Fatihah dan diakhiri dengan An-Nas, adalah susunan final yang diwariskan. Dalam susunan ini, posisi 92 adalah Al-Lail dan posisi 93 adalah Ad-Duha.
Tentang Surat Ad-Duha (93)
Setelah melewati pembahasan mengenai kegelapan dan perbedaan pilihan hidup dalam Al-Lail, kita memasuki Surat Ad-Duha. Surat Ad-Duha juga merupakan surat Makkiyah. Nama surat ini diambil dari ayat pertamanya, yang bersumpah demi waktu Dhuha (pagi hari ketika matahari mulai naik).
Surat ini memiliki misi utama untuk menenangkan hati Nabi Muhammad SAW pada masa-masa sulit, khususnya ketika wahyu sempat tertunda. Allah SWT menegaskan bahwa Dia tidak meninggalkan dan membenci Nabi-Nya. Surat ini berisi janji kenikmatan di akhirat yang jauh lebih baik daripada kenikmatan duniawi, serta mengingatkan Nabi akan rahmat yang telah Allah berikan sejak masa kecil-Nya.
Fokus tematik yang mengalir dari Al-Lail ke Ad-Duha menunjukkan bagaimana Al-Qur'an mengatur pergantian dari peringatan umum tentang konsekuensi amal perbuatan (Al-Lail) menuju penguatan spiritual dan pengingat akan rahmat Ilahi secara personal kepada Nabi (Ad-Duha). Transisi ini memberikan keseimbangan emosional dan spiritual bagi pembaca.
Mengapa Urutan Mushaf Penting?
Meskipun urutan turunnya wahyu tidak sama dengan urutan mushaf, susunan tartili ini memiliki hikmah yang dalam. Susunan ini memudahkan pembacaan secara keseluruhan, memungkinkan adanya korelasi tematik, dan menciptakan aliran naratif yang disengaja oleh petunjuk ilahi. Para ulama menekankan bahwa mengikuti susunan mushaf adalah bagian dari sunnah dan cara menjaga kemurnian Al-Qur'an sebagaimana diwariskan.
Secara ringkas, bagi siapa pun yang membaca mushaf standar dari awal hingga akhir, urutan yang akan ditemukan adalah: Surat Al-Lail (92) diikuti langsung oleh Surat Ad-Duha (93). Memahami posisi ini memastikan kita mengikuti peta Al-Qur'an yang telah ditetapkan dengan sempurna.
Dengan demikian, pembahasan mengenai setelah surat Al-Lail adalah surat Ad-Duha menutup rangkaian surat-surat pendek penutup yang banyak membahas tentang keimanan, amal, dan janji-janji Allah SWT.