Ilustrasi simbolis dari peristiwa sebelum turunnya wahyu.
Surah Al-Fil, yang berarti "Gajah," merupakan salah satu bab pembuka dalam Juz Amma Al-Qur'an dan dikenang karena menceritakan keajaiban perlindungan Allah SWT terhadap Baitullah (Ka'bah) dari serangan pasukan besar. Namun, untuk memahami sepenuhnya kedalaman dan signifikansi surah tersebut, kita perlu menelusuri apa yang terjadi tepat sebelum Surah Al-Fil turun sebagai wahyu, yaitu konteks historis peristiwa dramatis yang melatarbelakanginya.
Kisah sebelum Surah Al-Fil berpusat pada seorang penguasa Yaman yang kuat pada masa itu, bernama Abrahah bin Ash-Shabah. Abrahah adalah seorang pemimpin Kristen yang ditunjuk oleh Raja Najasyi dari Ethiopia (Abisinia) untuk menguasai Yaman. Meskipun ia berkuasa di Yaman, ambisinya tidak berhenti di sana. Ia memiliki pandangan geopolitik dan keagamaan yang ambisius.
Pada masa itu, Mekkah dan Ka'bah di bawah kepemimpinan suku Quraisy adalah pusat ziarah (haul) dan perdagangan yang vital bagi bangsa Arab. Meskipun agama tauhid telah mulai disebarkan oleh Nabi Ibrahim AS, praktik penyembahan berhala telah merajalela di sekitar Ka'bah. Abrahah, yang memeluk agama Kristen, merasa terganggu melihat dominasi pusat ibadah pagan di Mekkah. Ia ingin mengalihkan semua jalur ziarah dan pengaruh ekonomi dari Mekkah ke gereja megah yang baru dibangunnya di Yaman, yang dikenal sebagai Qullais (atau Al-Qalis).
Abrahah membangun sebuah gereja yang sangat indah dan mewah di Shan'a, Yaman, dengan tujuan menjadikannya sebagai pusat keagamaan yang menyaingi Ka'bah. Ia berusaha keras untuk menarik perhatian jamaah Arab agar datang ke Qullais, bukan ke Mekkah. Namun, upaya ini mendapat penolakan keras dari suku-suku Arab, terutama kaum Quraisy, yang menganggap persembahan kepada Ka'bah adalah warisan leluhur mereka.
Menurut riwayat, salah satu suku Arab merasa sangat tersinggung sehingga mereka datang dan menodai gereja Qullais. Tindakan penghinaan ini menjadi pemicu kemarahan besar bagi Abrahah. Bagi Abrahah, ini bukan sekadar vandalisme, melainkan serangan langsung terhadap kekuasaannya dan agama yang ia anut. Ia bersumpah untuk menghancurkan Ka'bah sebagai balasan setimpal.
Untuk melaksanakan sumpahnya, Abrahah mengerahkan sumber daya yang luar biasa. Ia mengumpulkan pasukan terbesar yang pernah terlihat di Jazirah Arab saat itu. Kekuatan inti pasukannya adalah beberapa gajah perang yang besar, yang merupakan teknologi militer paling menakutkan pada masa itu. Kedatangan pasukan bergajah ini membuat suku-suku lokal gentar dan tidak ada yang berani menghadang mereka.
Dalam perjalanan menuju Mekkah, pasukan ini melintasi wilayah-wilayah suku Badui. Ketika mereka mendekati dataran tinggi sekitar Mekkah, rombongan mulai menunjukkan kekuatan superior mereka. Mereka berhasil menaklukkan beberapa suku di jalur mereka. Tujuan mereka jelas: menghancurkan patung-patung di sekitar Ka'bah dan meratakan bangunan suci itu ke tanah.
Pada saat itu, Rasulullah Muhammad SAW masih berada dalam masa kanak-kanak atau remaja awal. Belum ada wahyu yang diturunkan secara eksplisit kepada beliau. Bangsa Arab secara umum hidup dalam masa kekafiran, menyembah berhala di sekitar Ka'bah, meskipun benih-benih tauhid warisan Nabi Ibrahim AS masih ada.
Inilah momen kritis sebelum Surah Al-Fil. Jika Ka'bah dihancurkan, pusat spiritual bangsa Arab akan hilang, dan mungkin garis keturunan yang akan melahirkan Nabi terakhir akan terganggu. Kehancuran ini akan memengaruhi seluruh narasi kenabian. Masyarakat Mekkah hanya bisa pasrah dan berdoa, karena mereka tidak memiliki kekuatan militer untuk menandingi pasukan Abrahah yang dilengkapi gajah-gajah raksasa. Mereka berlindung di bukit-bukit, menanti takdir Ka'bah.
Peristiwa ini, yang dikenal sebagai 'Amul Fil (Tahun Gajah), menjadi penanda batas waktu yang sangat penting dalam sejarah Islamāsebuah pengingat akan kekuatan dan kemahakuasaan Allah yang mampu membalikkan takdir hanya melalui makhluk-Nya yang paling sederhana. Keajaiban yang terjadi sesudahnya menjadi dasar pengakuan publik atas kesucian Mekkah dan perlindungan ilahi yang akan segera diemban oleh keturunan Quraisy.