S. Al-Lahab: Celaka Kedua Tangan Abu Lahab

Simbol Penghancuran dan Api Sebuah representasi visual dari api yang berkobar di sekitar dua tangan yang terkepal.

Di dalam lembaran-lembaran suci Al-Qur'an, terdapat beberapa surat pendek yang memiliki kekuatan naratif luar biasa, salah satunya adalah Surah Al-Lahab (juga dikenal sebagai Surah Al-Masad). Surat ini bukan sekadar kisah masa lampau, melainkan sebuah peringatan abadi mengenai konsekuensi dari permusuhan terang-terangan terhadap kebenaran dan kenabian. Nama "Al-Lahab" sendiri berarti "nyala api", yang secara langsung merujuk pada nasib akhir salah satu tokoh utamanya.

Latar Belakang Historis: Abu Lahab Sang Penentang

Surah ini secara spesifik ditujukan kepada Abu Lahab bin Abdul Muthalib, paman kandung Rasulullah Muhammad SAW. Meskipun memiliki hubungan kekerabatan yang dekat, Abu Lahab merupakan salah satu penentang dakwah Islam yang paling vokal dan kejam sejak awal kemunculan Islam di Makkah. Penolakannya bukan didasarkan pada ketidaktahuan, melainkan karena kesombongan, kedengkian, dan kekhawatiran akan hilangnya pengaruh sosial dan ekonomi jika ajaran tauhid diterima masyarakat Quraisy.

Puncak kemarahannya dan alasan turunnya ayat ini terjadi ketika Rasulullah SAW melakukan seruan terbuka di Bukit Safa, mengumumkan kenabiannya. Abu Lahab, yang hadir saat itu, bereaksi dengan sangat kasar. Ia berdiri dan berkata, "Celaka engkau (Muhammad)! Hanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami?" Setelah teriakan tersebut, ia segera pergi, menolak mendengarkan apapun yang disampaikan oleh keponakannya sendiri. Tindakan ini memicu turunnya firman Allah SWT dalam empat ayat pendek yang mengutuknya.

Makna di Balik "Celaka Kedua Tanganmu"

Ayat pembuka Al-Lahab berbunyi: "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan dia pun binasa." Frasa "kedua tangan" dalam konteks ini melambangkan seluruh tindakannya, usahanya, dan segala upaya yang ia lakukan untuk menghalangi tersebarnya ajaran Islam. Allah SWT menyatakan bahwa semua jerih payah Abu Lahab untuk menentang kebenaran akan sia-sia dan berakhir dengan kerugian total. Ini adalah vonis ilahi yang menunjukkan bahwa kekuatan duniawi dan kedekatan darah tidak ada artinya di hadapan kebenaran yang diwahyukan.

Tangan-tangan tersebut, yang digunakan untuk menghina, memfitnah, dan mengancam Rasulullah, kini dikutuk untuk hancur. Ironisnya, kutukan ini terwujud dalam kehidupan duniawi dan akhiratnya. Ia mati dalam keadaan hina, tidak dihormati oleh kaumnya sendiri setelah kekalahan Makkah, dan dikuburkan dengan cara yang tidak layak.

Peran Sang Istri: Pembawa Kayu Bakar

Surah ini tidak hanya menyerang Abu Lahab, tetapi juga pasangannya, Ummu Jamil binti Harb, saudara perempuan Abu Sufyan. Ayat ketiga dan keempat menjelaskan peran sang istri: "Dia (Abu Lahab) akan memanggul tali (kayu bakar) yang tebal di lehernya, sedang isterinya (juga) memikul (kayu bakar)."

Interpretasi mengenai "memikul kayu bakar" memiliki beberapa makna. Secara harfiah, disebutkan bahwa Ummu Jamil seringkali membawa duri dan ranting berduri yang disebarkan di jalanan yang biasa dilalui Rasulullah SAW untuk menyakiti beliau. Secara metaforis, kayu bakar itu melambangkan bahan bakar yang akan menyalakan api neraka baginya. Istri tersebut secara aktif ikut serta dalam menyebarkan permusuhan dan kesulitan bagi Rasulullah, sehingga ia pun mendapat bagian yang sama dalam hukuman. Kekuatan dukungan negatif dari keluarga terdekat seringkali menjadi penghalang terbesar bagi seseorang untuk menerima kebenaran.

Api Neraka Sebagai Tempat Kembali

Ayat terakhir menegaskan tempat kembali mereka: "Di lehernya (dikaitkan) tali dari sabut (api)." Ini menguatkan gambaran hukuman fisik yang akan mereka tanggung di akhirat. Mereka yang menolak hidayah dan memilih untuk membakar hati orang lain dengan kebencian, akan merasakan panasnya api yang sesungguhnya.

Kisah Abu Lahab dan istrinya adalah bukti nyata bahwa kenabian dan kebenaran tidak akan pernah bisa dihentikan oleh kekuasaan, harta, atau bahkan hubungan darah. Surat Al-Lahab berfungsi sebagai cerminan bagi umat Islam sepanjang masa bahwa meskipun ada tantangan dan penolakan keras dari lingkaran terdekat, fondasi kebenaran akan tetap tegak, sementara usaha untuk meruntuhkannya akan berakhir dengan kehancuran diri sendiri.

Pesan utamanya adalah peringatan keras bagi siapa pun yang menggunakan sumber daya dan pengaruhnya untuk menentang risalah ilahi. Tidak peduli seberapa besar kekayaan atau status sosial yang dimiliki, jika hati tertutup oleh kesombongan dan kebencian, maka kehancuran (Al-Lahab) adalah takdir yang menanti.

🏠 Homepage