Di antara lembaran-lembaran suci Al-Qur'an, terdapat surah-surah pendek yang memiliki bobot makna yang luar biasa besar. Salah satu di antaranya adalah Surah Al-Lahab (مسد), yang juga dikenal sebagai Surah Tabbat. Surah ini, yang terletak di Juz ke-30, hanya terdiri dari lima ayat, namun membawa peringatan keras dan gambaran jelas mengenai konsekuensi dari kekafiran dan permusuhan terhadap kebenaran.
QS Al-Lahab memiliki latar belakang historis yang sangat spesifik. Ia diturunkan untuk menanggapi permusuhan terbuka yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW oleh salah satu paman beliau sendiri, yaitu Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Kisah ini menjadi pelajaran abadi tentang bagaimana hubungan kekerabatan tidak dapat menghalangi keadilan ilahi ketika seseorang memilih untuk menolak dakwah tauhid.
Ketika Rasulullah SAW mulai berdakwah secara terang-terangan, beliau pernah melakukan Sa'i (berlari kecil) di atas bukit Shafa, menyeru kaum Quraisy untuk meninggalkan berhala dan mengikuti ajaran Allah. Abu Lahab, yang saat itu hadir, bereaksi dengan sangat kasar. Ia membantah dan meneriakkan, "Celakalah engkau (Muhammad)! Hanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami?" Atas respons inilah, Allah menurunkan ayat pertama Surah Al-Lahab sebagai jawaban langsung atas penghinaan tersebut.
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan celakalah dia!"
Ayat pembuka ini sangat kuat. Kata "tabbat" (binasa) menunjukkan kehancuran total, baik di dunia maupun di akhirat. Kehancuran yang dimaksud meliputi harta benda dan seluruh usahanya. Ini menunjukkan bahwa meskipun Abu Lahab adalah sosok yang kaya raya dan berpengaruh di Mekkah, kekayaan tersebut sama sekali tidak berguna di hadapan murka Allah SWT ketika ia menentang Rasul-Nya.
Surah ini tidak hanya menyoroti Abu Lahab, tetapi juga istrinya, Ummu Jamil, yang dijuluki sebagai "pembawa kayu bakar" (حمالة الحطب).
"dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar,"
Para mufassir menjelaskan bahwa julukan "pembawa kayu bakar" ini memiliki dua makna utama. Pertama, secara harfiah, Ummu Jamil sering menyebarkan fitnah dan duri-duri di jalan yang biasa dilalui Rasulullah SAW untuk menyakiti beliau. Kedua, secara metaforis, ia adalah orang yang giat menyalakan api permusuhan dan permusuhan terhadap Islam di kalangan masyarakat. Kisah ini mengajarkan kita bahwa dukungan negatif dari keluarga terdekat sekalipun tidak akan menyelamatkan seseorang dari pertanggungjawaban atas perbuatannya.
Ayat-ayat terakhir surah ini menjelaskan tempat kembali mereka yang menolak iman.
"di lehernya ada tali daripada sabut (neraka)."
Deskripsi ini sangat mengerikan. Jika di dunia Ummu Jamil senang menyebarkan duri, di akhirat ia akan menanggung beban tali api yang melingkari lehernya. Ini adalah balasan setimpal atas perbuatan buruk yang ia lakukan di dunia. Surah Al-Lahab menjadi bukti nyata bahwa setiap tindakan, sekecil apapun, akan diperhitungkan.
Meskipun diturunkan untuk individu spesifik, QS Al-Lahab membawa pesan universal yang relevan hingga kini. Pertama, kebenaran Islam harus dipertahankan tanpa memandang siapa yang menentangnya, bahkan jika itu adalah kerabat terdekat. Kedua, kekuasaan duniawi dan harta benda adalah fana; keduanya tidak akan memberikan perlindungan dari azab ilahi jika digunakan untuk menentang kehendak Allah. Ketiga, permusuhan aktif terhadap dakwah kebenaran pasti akan berujung pada kehancuran.
Surah ini mengingatkan umat Islam untuk senantiasa waspada terhadap bisikan permusuhan yang dibangun atas dasar kedengkian dan kesombongan, serta menegaskan bahwa pertolongan Allah pasti datang, meskipun musuh yang menentang adalah orang yang paling dekat dengan Rasulullah SAW. Membaca dan merenungkan QS Al-Lahab adalah cara untuk memperkuat tekad dalam memegang teguh ajaran Islam di tengah tantangan apa pun.