إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّىٰ
Sesungguhnya usahamu itu sungguh bermacam-macam (berbeda-beda).
Surat Al-Lail (Malam Hari) adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang sarat dengan hikmah tentang perbedaan kondisi manusia di dunia. Ayat keempat, QS Al-Lail ayat 4, secara lugas menyatakan sebuah kebenaran universal yang sering kali menjadi sumber perenungan mendalam: "Inna sa'yakum lashattaa", yang artinya, "Sesungguhnya usahamu itu sungguh bermacam-macam."
Ayat ini diletakkan setelah Allah SWT bersumpah dengan malam dan siang, serta makhluk-makhluk yang diciptakan-Nya. Sumpah-sumpah agung ini bertujuan untuk menegaskan bahwa perbedaan cara manusia berjuang, beramal, dan mencari ridha Ilahi adalah sebuah keniscayaan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta. Memahami ayat ini sangat penting agar kita tidak terjebak dalam perbandingan yang sia-sia atau merasa bahwa semua orang harus menempuh jalan yang sama persis.
Kata kunci dalam ayat ini adalah "syakyu" (سَعْيَكُمْ), yang berarti usaha, perjuangan, atau langkah menuju suatu tujuan. Dalam konteks ayat-ayat sebelumnya, usaha yang dimaksud berkaitan erat dengan upaya untuk meraih kebahagiaan hakiki, yaitu surga, melalui ketaatan kepada Allah. Namun, jalan yang ditempuh manusia sangatlah beragam.
Ada manusia yang usahanya tampak luar biasa besar di mata duniawi: bekerja keras siang malam demi harta, mengejar jabatan tertinggi, atau menghabiskan waktu untuk pencapaian material. Di sisi lain, ada pula mereka yang usahanya terlihat sederhana: seorang ibu yang sabar mendidik anak, seorang tetangga yang rajin membantu tanpa mengharap balasan, atau seseorang yang fokus penuh pada ibadah sunah di tengah kesibukan dunia.
Keragaman usaha (lashattaa) ini menunjukkan fleksibilitas dalam syariat Islam. Selama niatnya tulus karena Allah, setiap usaha—baik yang terlihat besar maupun yang tersembunyi—dapat menjadi ibadah yang bernilai. Inilah yang membedakan amal saleh sejati dari sekadar aktivitas rutin.
Makna ayat 4 menjadi semakin terang ketika dibaca bersama ayat-ayat setelahnya (ayat 5 sampai 7). Ayat-ayat ini menjelaskan dua jalur utama dari keragaman usaha tersebut:
Jadi, meskipun cara manusia berinteraksi dengan dunia berbeda-beda—ada yang fokus pada ilmu, ada yang fokus pada dakwah, ada yang fokus pada pelayanan masyarakat—pada dasarnya, usaha tersebut akan bermuara pada dua kutub utama: usaha yang mengarah pada ketaatan (mendekatkan kepada surga) dan usaha yang mengarah pada kemaksiatan atau keserakahan (menjauhkan dari rahmat Allah).
Konteks QS Al-Lail ayat 4 mengajarkan kita untuk tidak mudah menghakimi usaha orang lain, sekaligus mendorong kita untuk introspeksi diri. Kita mungkin melihat orang lain mendapatkan hasil yang lebih cepat atau lebih besar secara materiil, namun keberhasilan hakiki adalah ketika usaha kita di dunia ini telah mempersiapkan bekal terbaik untuk kehidupan abadi.
Keikhlasan adalah perekat yang menyatukan keragaman amal. Usaha yang kuantitasnya sedikit namun dikerjakan dengan keikhlasan penuh, ketakwaan yang tinggi, dan niat yang murni, sering kali lebih berat timbangannya di sisi Allah daripada usaha yang terlihat masif namun diselipi riya’ atau pamrih duniawi.
Oleh karena itu, ketika kita merenungkan firman Allah ini, dorongan utama yang muncul seharusnya adalah: "Ya Allah, tunjukkanlah kepadaku jalan usaha yang Engkau ridhai, meskipun jalanku berbeda dengan orang lain. Jadikanlah usahaku, sekecil apapun, termasuk dalam golongan mereka yang Engkau janjikan kemudahan dan balasan terbaik."
Kesadaran bahwa usaha kita memang berbeda-beda membebaskan kita dari tekanan sosial yang tidak perlu. Kita dituntut untuk optimal di jalur yang telah Allah mudahkan bagi kita, sambil senantiasa memohon perlindungan dari jalan kekikiran dan pendustaan terhadap kebaikan. Sungguh, Allah Maha Melihat setiap upaya yang kita curahkan, sekecil apapun itu, selama itu dilakukan dalam rangka mencari keridhaan-Nya.