Gambar ilustrasi representasi janji kebahagiaan.
Surah Ad-Dhuha, surah ke-93 dalam Al-Qur'an, sering kali menjadi penyejuk hati bagi umat Islam yang sedang dilanda kesempitan, kegelisahan, atau merasa ditinggalkan. Surah ini turun sebagai penghiburan bagi Rasulullah ﷺ ketika beliau mengalami masa-masa sulit. Di antara ayat-ayatnya yang penuh makna, terdapat satu ayat yang menonjolkan janji besar dari Allah SWT, yaitu **Ayat ke-5**: "Dan sungguh, Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas."
Ayat kelima ini merupakan puncak dari rangkaian janji yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ. Sebelum ayat ini, Allah menegaskan bahwa Dia tidak meninggalkan beliau (Ayat 3) dan tidak pula membenci beliau (Ayat 4). Penegasan ini sangat penting untuk membangun kembali rasa percaya diri dan harapan. Ayat 5 kemudian menyempurnakan penghiburan tersebut dengan sebuah kepastian: keridhaan dan kepuasan akan menghampiri beliau.
وَلَسَوْفَ يُعْطِيْكَ رَبُّكَ فَتَرْضٰىۗ
(QS. Ad-Dhuha [93]: 5)
Artinya: "Dan sungguh, Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, sehingga engkau menjadi puas."
Memahami kelebihan Surah Ad-Dhuha ayat 5 memberikan dampak spiritual yang mendalam bagi setiap mukmin yang membacanya, terutama saat menghadapi tantangan hidup. Berikut adalah beberapa kelebihan utama yang dapat dipetik dari ayat ini:
Frasa "fasatarḍā" (sehingga engkau menjadi puas) mencakup cakupan yang sangat luas. Sebagian ulama menafsirkan ini merujuk pada kepuasan di dunia, seperti kemuliaan diangkat menjadi nabi, kemenangan dakwah, dan ketenangan batin. Namun, mayoritas tafsir menekankan bahwa kepuasan tertinggi adalah keridhaan di akhirat, yakni ketika Rasulullah ﷺ diberi syafaat untuk umatnya hingga beliau ridha.
Bagi kita, ini adalah pengingat bahwa janji Allah tidak akan pernah ingkar. Kepuasan yang dijanjikan tidak hanya bersifat materiil, tetapi lebih kepada ketenangan jiwa yang paripurna, sebuah keadaan di mana semua kesulitan masa lalu terasa terbayar lunas oleh rahmat yang datang.
Ketika seseorang merasa usahanya sia-sia atau pintu rezeki tertutup, ayat 5 ini bertindak sebagai suntikan semangat yang luar biasa. Allah SWT menegaskan bahwa Dia adalah Ar-Razzaq (Pemberi Rezeki) dan Al-Wahhab (Maha Pemberi). Kesusahan yang dialami saat ini adalah fase sementara, bukan kondisi permanen. Janji pemberian dari Tuhan pasti datang, meskipun terkadang waktunya belum sesuai dengan perhitungan manusia.
Kelebihan ayat ini adalah kemampuannya mengubah perspektif dari fokus pada kekurangan menjadi fokus pada janji kelimpahan dari Sang Pencipta. Ini mendorong umat Islam untuk terus berusaha (ikhtiar) sambil berserah diri sepenuhnya kepada kehendak-Nya.
Mempelajari ayat ini juga membuka jendela pemahaman tentang bagaimana Allah menjaga dan mengasihi Rasulullah ﷺ. Jika Nabi Muhammad saja membutuhkan penghiburan dan janji kepuasan dari Allah, maka sangat wajar jika umatnya pun membutuhkan hal yang sama. Hal ini menumbuhkan rasa empati dan kedekatan emosional dengan figur agung tersebut, membuat kita merasa tidak sendirian dalam perjuangan.
Ayat ini mengajarkan bahwa jalan menuju keridhaan (ridha) Allah seringkali melalui ujian dan cobaan. Ketika kita sedang diuji, sesungguhnya Allah sedang mempersiapkan sesuatu yang lebih baik, sesuatu yang akan membuat kita "puas" setelah melalui fase sulit tersebut. Kelebihan terbesarnya adalah memperkuat akidah bahwa pertolongan Allah pasti datang tepat pada waktunya, yang mana kepuasan itu jauh melebihi apa yang kita bayangkan.
Banyak riwayat menyebutkan bahwa membaca Surah Ad-Dhuha, khususnya ayat 5 ini, dapat mendatangkan ketenangan batin dan membuka rezeki. Ketika dibaca dengan penuh perenungan, ayat ini menjadi doa yang mustajab. Bagi mereka yang dililit hutang, diuji kesabaran, atau merasa terasing, mengulang ayat ini seraya memohon agar Allah segera memberikan karunia yang mendatangkan kepuasan (ridha), adalah sebuah praktik spiritual yang sangat dianjurkan.
Pada akhirnya, Surah Ad-Dhuha ayat 5 bukan hanya sekadar teks dalam Al-Qur'an; ia adalah jaminan ketenangan dari Yang Maha Pengasih. Ia adalah janji bahwa setelah kegelapan dan kesempitan, fajar baru yang penuh cahaya dan kepuasan sejati akan terbit, sebagaimana matahari yang terbit setelah malam yang panjang.