Mencari Ilmu dan Hikmah dari Perjumpaan Musa dan Khidir (QS Al-Kahfi: 66)

Ilustrasi Perjalanan Ilmu Sebuah perahu kecil di lautan luas dengan dua figur berjalan menuju cakrawala.

Surat Al-Kahfi adalah salah satu surat istimewa dalam Al-Qur'an yang sarat dengan pelajaran hidup, termasuk kisah perjalanan Nabi Musa AS bersama hamba Allah yang saleh, Khidir AS. Ayat 66 dari surat ini menjadi titik balik penting, di mana Musa AS menyadari bahwa ilmu yang dimilikinya bukanlah puncak segalanya. Ayat ini mengandung pelajaran mendalam tentang kerendahan hati dalam menuntut ilmu dan pentingnya mencari guru yang benar.

قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَن تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا
Qāla lahu Mūsā hal attabi‘uka ‘alā an tu‘allimani mimmā ‘ullimta rushdā
Musa berkata kepadanya (Khidir): "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarku dari sebagian ilmu yang benar (yang telah diajarkan kepadamu)?"

Konteks Permintaan Ilmu

Permintaan Musa AS ini terjadi setelah ia berjanji kepada Khidir untuk bersabar mengikuti segala tindakannya, terlepas dari keanehan yang diperlihatkannya—seperti melubangi perahu, membunuh seorang anak muda, dan memperbaiki dinding yang hampir roboh. Dalam pandangan Musa sebagai seorang Nabi yang diberi wahyu, tindakan-tindakan tersebut tampak melanggar syariat dan keadilan. Namun, Musa menyadari bahwa Khidir memiliki ilmu ladunni (ilmu langsung dari Allah) yang melampaui pemahaman zahir (lahiriah) Musa saat itu.

Pernyataan Musa dalam QS Al-Kahfi 66 ini menunjukkan dua pilar utama dalam pencarian ilmu yang sejati: kesadaran akan keterbatasan diri dan kesungguhan mencari sumber ilmu yang sahih. Musa, yang dikenal sebagai Nabi yang paling banyak berinteraksi dengan Allah melalui wahyu, tetap mengakui bahwa ada 'rusyd' (kebenaran atau petunjuk yang benar) yang belum ia kuasai. Ini adalah cermin bagi setiap penuntut ilmu; seberapa pun luas pengetahuan yang kita miliki, selalu ada dimensi ilmu yang lebih dalam yang memerlukan bimbingan dari ahlinya.

Makna Kata "Rusyd" (رُشْدًا)

Kata kunci dalam ayat ini adalah "rusyd." Dalam bahasa Arab, "rusyd" berarti petunjuk yang benar, kebijaksanaan, kedewasaan, dan jalan yang lurus. Musa tidak sekadar meminta pengetahuan biasa, ia meminta ilmu yang akan membawanya kepada kebenaran yang lebih tinggi dan pemahaman yang lebih utuh tentang hikmah di balik takdir Allah.

Permintaan ini mengindikasikan bahwa ilmu yang paling berharga adalah ilmu yang mendidik jiwa menuju ketaatan dan pemahaman hakikat. Ilmu tanpa "rusyd" bisa jadi ilmu yang menyesatkan atau ilmu yang hanya menambah kesombongan intelektual. Khidir adalah representasi dari guru yang memiliki kedalaman pandangan (bashirah) yang tajam, yang mampu melihat tujuan akhir dari setiap peristiwa, sesuatu yang tersembunyi dari mata Musa pada saat itu.

Pelajaran tentang Adab Belajar

Kisah ini mengajarkan adab (etika) yang sangat tinggi dalam menuntut ilmu dari guru. Pertama, adalah inisiatif proaktif untuk mencari; Musa tidak menunggu Khidir datang, melainkan secara aktif memohon izin untuk mengikutinya. Kedua, adalah komitmen untuk bersabar dan tidak cepat menghakimi; Musa harus menahan diri untuk tidak mengomentari tindakan Khidir sebelum ia memahami konteksnya.

Adab ini sangat relevan di era informasi saat ini. Seringkali, dengan kemudahan akses informasi melalui internet, banyak orang merasa sudah menjadi ahli tanpa melalui proses berguru yang ketat dan kesabaran dalam menyaring informasi. QS Al-Kahfi 66 mengingatkan kita bahwa ilmu hakiki memerlukan guru yang mumpuni dan kerendahan hati untuk mau tunduk pada bimbingan tersebut. Guru yang mengajarkan "rusyd" adalah mereka yang tidak hanya menyampaikan data, tetapi juga menanamkan hikmah.

Penutup: Pencarian Ilmu Tanpa Batas

Perjalanan Musa dan Khidir adalah metafora abadi tentang perjalanan hidup seorang mukmin dalam mencari kebenaran. Hingga akhir pertemuan mereka, Musa mengakui batas ilmunya, dan Khidir menjelaskan bahwa setiap orang—bahkan para Nabi—memiliki tingkatan pengetahuan yang berbeda-beda sesuai dengan amanah dan takdir yang diberikan Allah SWT. Ayat 66 ini adalah undangan abadi bagi kita semua untuk senantiasa merasa kurang dalam ilmu dan terus mencari guru yang dapat membimbing kita pada jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridai Allah SWT.

🏠 Homepage