Surat Al-Fatihah, yang berarti "Pembukaan", adalah surat pertama dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Keistimewaannya begitu fundamental sehingga sering disebut sebagai 'Ummul Kitab' (Induk Al-Qur'an) dan 'As-Sab'ul Matsani' (Tujuh Ayat yang Diulang-ulang). Di antara tujuh ayatnya, ayat pertama, "Bismillāhir-raḥmānir-raḥīm" (QS Al-Fatihah Ayat 1), memegang peran sentral dan memiliki makna teologis yang sangat dalam, menjadi gerbang utama menuju pemahaman seluruh isi Al-Qur'an.
Ayat pembuka ini terdiri dari tiga frasa kunci yang saling menguatkan: "Bismillāh", "Ar-Raḥmān", dan "Ar-Raḥīm".
Mengawali setiap perbuatan dengan "Bismillāh" adalah sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah ﷺ. Ini bukan sekadar ucapan basa-basi, melainkan sebuah pernyataan deklaratif bahwa seorang hamba mengakui bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan Allah SWT. Ketika kita mengucapkan "Dengan menyebut nama Allah," kita memohon berkat, pertolongan, dan perlindungan-Nya dalam memulai kegiatan tersebut, baik itu makan, minum, bekerja, maupun membaca ayat-ayat suci lainnya. Ini menegaskan tauhid (keesaan Allah) sebagai fondasi dari setiap aktivitas kita.
Kata Ar-Raḥmān (Maha Pengasih) merujuk pada rahmat Allah yang sangat luas dan umum, meliputi seluruh makhluk di dunia, baik yang beriman maupun yang tidak beriman. Rahmat ini tampak dalam penciptaan alam semesta, pemberian rezeki, kesehatan, dan berbagai kenikmatan yang dinikmati semua insan tanpa diskriminasi. Sifat ini menekankan keluasan kasih sayang Allah yang tidak terbatas.
Sementara itu, Ar-Raḥīm (Maha Penyayang) memiliki cakupan yang lebih spesifik. Para ulama menafsirkan bahwa sifat ini adalah kasih sayang Allah yang dicurahkan secara khusus kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan taat. Rahmat ini mencakup bimbingan, pahala di akhirat, pengampunan dosa, dan kemudahan dalam menjalani ketaatan. Kombinasi kedua sifat ini (Ar-Raḥmān dan Ar-Raḥīm) menunjukkan keseimbangan sempurna antara kasih sayang universal dan kasih sayang ilahiah yang intim.
Keagungan ayat ini paling kentara ketika dibaca dalam shalat. Ayat ini adalah ayat pertama yang wajib dibaca dalam setiap rakaat shalat fardhu. Para ulama berbeda pendapat mengenai status hukumnya sebagai ayat Al-Qur'an yang terpisah dari bagian surat Al-Fatihah atau bagian darinya. Mayoritas ulama Syafi’iyyah berpendapat bahwa Bismillāh adalah satu ayat utuh dari Al-Fatihah (ayat pertama). Sementara mazhab lain berpendapat bahwa Bismillāh adalah pembuka yang agung, meskipun penempatan statusnya sebagai ayat pertama bervariasi. Namun, kesepakatan umum adalah bahwa membacanya (baik secara jahr/keras maupun sirr/pelan) adalah sunnah yang sangat ditekankan, bahkan wajib bagi sebagian mazhab, karena ia merupakan pembuka wahyu yang harus didahulukan.
Ayat 1 berfungsi sebagai pendahuluan terhadap ayat-ayat berikutnya dari Al-Fatihah. Setelah menyatakan nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang, ayat 2 akan memperkenalkan klaim kepemilikan-Nya atas seluruh alam semesta (Rabbil 'ālamīn). Dengan kata lain, ayat pembuka ini menanamkan kesadaran dalam diri pembaca bahwa mereka akan segera berbicara kepada Sang Raja yang Mahakuasa, namun Raja tersebut bersifat penuh kasih sayang dan rahmat. Ini menumbuhkan rasa takut (khauf) sekaligus harapan (raja') secara bersamaan, yang merupakan inti dari penghambaan yang seimbang.
Dengan demikian, QS Al-Fatihah Ayat 1 bukan sekadar pembacaan ritual. Ia adalah fondasi aqidah, pengakuan tauhid, dan pengingat konstan akan sifat-sifat terindah Allah SWT yang harus selalu menyertai setiap langkah hidup seorang Muslim.