Surah Al-Fatihah, yang dijuluki sebagai 'Ummul Kitab' (Induk Al-Qur'an), adalah rukun utama dalam setiap rakaat salat. Kesempurnaan salat sangat bergantung pada kesempurnaan bacaan surah ini. Oleh karena itu, memahami dan memastikan penulisan yang benar Al-Fatihah, baik dari sisi harakat, makhraj (tempat keluar huruf), maupun tajwid, menjadi hal yang esensial bagi setiap Muslim.
Dalam konteks penulisan, kesalahpahaman sering muncul ketika transisi dari mushaf standar ke penulisan latin atau bahkan perbedaan minor dalam penulisan harakat di beberapa mushaf. Fokus utama dalam pembahasan ini adalah memastikan bahwa setiap huruf dan harakat sesuai dengan standar bacaan riwayat Hafs 'an 'Ashim, yang merupakan qira'ah paling umum di Indonesia dan dunia.
Al-Fatihah terdiri dari tujuh ayat. Setiap penambahan, pengurangan, atau perubahan harakat dapat mengubah makna secara signifikan. Misalnya, perbedaan antara harakat fathah (a) dan kasrah (i) pada satu huruf bisa mengubah kata perintah menjadi kata keterangan.
Dalam penulisan baku, perhatikan betul bagaimana huruf-huruf yang memiliki kemiripan dalam transliterasi latin ditulis. Contoh klasik adalah pembedaan antara huruf 'tā' biasa (ت) dan 'tā' ta'nits (ة) atau perbedaan antara 'ha' tipis (ه) dan 'ha' tebal (ح). Jika kita melihat ayat kedua: Maliki Yaumid-Din (مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ), penulisan 'Maliki' (pemilik) harus dibedakan dari 'Mālik' (raja), meskipun dalam transliterasi seringkali disamakan. Namun, dalam mushaf standar, harakat fathah pada 'Mālik' (dengan alif kecil) menunjukkan perbedaan kualitas bacaan.
Untuk memastikan penulisan yang benar, kita perlu meninjau setiap ayat dengan cermat. Kesalahan umum sering terjadi pada ayat-ayat yang mengandung hukum tajwid tertentu, seperti mad (pemanjangan), idgham (peleburan), dan qalqalah (getaran).
Perhatikan adanya alif lam kecil pada 'Allah' (لّٰهِ) yang menunjukkan bacaan panjang (Mad) yang harus diperhatikan dalam penulisan standar mushaf Madinah.
Ayat ini seringkali menjadi titik fokus. Penulisan "Maaliki" (dengan alif kecil di atas Mim) menegaskan bacaan panjang yang berbeda dengan "Maliki" (tanpa alif kecil), yang berarti 'Raja'. Kesalahan penulisan harakat di sini dapat mengubah makna dari 'Pemilik Hari Pembalasan' menjadi 'Raja Hari Pembalasan'. Meskipun kedua makna ini berdekatan, ketelitian mushaf standar wajib diikuti.
Pada kata "Iyyaka", terdapat penekanan yang kuat (syaddah) pada huruf Ya kedua. Dalam penulisan, syaddah (w) harus terlihat jelas untuk mengindikasikan bahwa terdapat dua huruf Ya yang dilebur (idgham) dan ditahan dengan dengung (ghunnah) sejenak, meskipun durasi ghunnah ini diatur oleh ilmu tajwid, bukan hanya penulisan visualnya.
Kesalahan penulisan atau ketidaktepatan harakat dalam Al-Fatihah berdampak langsung pada validitas salat. Dalam fikih, bacaan Al-Fatihah yang tidak benar (karena perbedaan huruf atau harakat signifikan) dapat membatalkan atau mengurangi kesempurnaan salat. Ketika kita mengacu pada standar penulisan, kita sebenarnya mengacu pada standar riwayat qira'ah yang telah diwariskan secara mutawatir.
Oleh karena itu, disarankan agar setiap Muslim secara berkala membandingkan bacaan Al-Fatihah mereka dengan mushaf standar yang telah diverifikasi keotentikannya. Jangan hanya terpaku pada transliterasi latin, karena keterbatasan alfabet latin tidak mampu merepresentasikan semua fonem Arab secara sempurna. Penekanan pada penulisan yang benar Al-Fatihah adalah investasi untuk kekhusyukan dan kesempurnaan ibadah kita.
Memastikan bahwa setiap harakat, penempatan alif, dan penanda bacaan lainnya sesuai dengan standar adalah langkah pertama menuju penguasaan bacaan yang fasih. Ini memastikan bahwa pujian dan doa yang kita sampaikan kepada Allah SWT diterima sebagaimana mestinya, sesuai dengan apa yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Fokus pada detail penulisan ini adalah bentuk penghormatan kita terhadap kalamullah.