Dalam perjalanan spiritual seorang Muslim, mencari ketenangan batin, kemudahan dalam menghadapi kesulitan, serta memancarkan aura positif seringkali menjadi tujuan utama. Salah satu sarana spiritual yang paling sering dirujuk untuk tujuan ini adalah membaca dan merenungi Surat Al-Insyirah (atau Asy-Syarh), surat ke-94 dalam Al-Quran.
Surat yang sangat pendek ini, terdiri dari delapan ayat, mengandung janji ilahi yang luar biasa tentang pertolongan dan kemudahan yang selalu menyertai kesulitan. Inilah mengapa Surat Al-Insyirah sering dikaitkan erat dengan konsep pengasihan, bukan hanya dalam arti menarik simpati orang lain, tetapi lebih mendalam lagi, dalam konteks pengasihan diri (ketenangan batin) dan pengasihan universal (kasih sayang dari Allah SWT).
Ayat-ayat awal surat ini berbunyi:
Terjemahan dari ayat-ayat ini adalah janji penghilangan beban dan peningkatan derajat. Ketika seorang hamba merasa sesak, terbebani, dan kehilangan arah, Al-Insyirah hadir sebagai balsam penyembuh. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah mengalami masa-masa sulit, dan surat ini turun sebagai penegasan bahwa setelah setiap kesulitan, pasti ada kemudahan yang mengikuti. Inilah dasar utama mengapa surat ini disebut memiliki energi pengasihan; ketika hati kita lapang, secara otomatis pancaran diri kita menjadi lebih menarik dan menenangkan bagi orang lain.
Banyak yang mencari amalan pengasihan untuk melancarkan komunikasi, mendapatkan jodoh, atau meningkatkan hubungan interpersonal. Namun, akar dari segala bentuk pengasihan yang sejati adalah ketenangan hati. Surat Al-Insyirah mengajarkan bahwa Allah telah menjamin kemudahan setelah kesulitan. Menginternalisasi janji ini membantu menghilangkan kecemasan dan kegelisahan yang seringkali menjadi penghalang datangnya rezeki dan kasih sayang orang lain.
Ketika seseorang membaca dan meresapi ayat kelima dan keenam: "Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan," secara sadar atau tidak sadar, energi negatif yang memancar dari kekhawatiran akan tergantikan oleh optimisme dan ketentraman. Orang yang tenang cenderung lebih bijaksana dalam bertindak dan lebih mudah memaafkan, kualitas yang sangat menarik dalam interaksi sosial.
Pengamalan rutin Surat Al-Insyirah seringkali dilakukan sebagai wirid harian. Beberapa ulama menyarankan untuk membacanya dalam jumlah tertentu, terutama ketika merasa tertekan atau ketika sedang berusaha keras mencapai suatu hajat. Keistimewaan membaca surat ini adalah ia membersihkan "keterikatan" atau "beban" yang membuat dada terasa sesak (Ayat 2). Ketika dada lapang, cahaya dan kebaikan lebih mudah masuk dan terpancar keluar.
Dalam konteks pergaulan, pancaran kebaikan inilah yang kemudian diinterpretasikan sebagai daya tarik atau pengasihan. Orang yang hatinya selalu merasa "dibuka" oleh janji Allah SWT akan memancarkan aura positif yang alami, bukan aura paksaan. Mereka menjadi magnet bagi kebaikan dan kasih sayang dari sesama makhluk.
Ayat penutup surat ini menekankan pentingnya fokus kembali kepada Allah setelah menyelesaikan urusan duniawi: "Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah (urusan) yang lain dengan sungguh-sungguh, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap." (Ayat 7-8).
Ini mengindikasikan bahwa pengasihan sejati bersumber dari pengabdian total. Ketika upaya kita mencari kemudahan duniawi didasari oleh semangat untuk mencari keridhaan-Nya, hasil akhirnyaโtermasuk penerimaan dan kasih sayang dari manusiaโakan mengikuti sebagai bonus dari ketulusan hati tersebut. Oleh karena itu, memanfaatkan energi spiritual dari pengasihan surat Al-Insyirah adalah tentang membersihkan hati agar layak menerima rahmat, yang otomatis akan memancar menjadi pesona dan ketenangan yang disukai banyak orang.