Setiap bacaan spiritual memiliki sejarah dan sumber yang mendalam, dan salah satu wirid yang paling dikenal dalam tradisi Islam Nusantara adalah Hizib Nashor. Wirid ini dikenal memiliki khasiat besar dalam memohon pertolongan dan kemenangan (nashr) dari Allah SWT, baik dalam menghadapi musuh nyata maupun tantangan hidup yang kompleks. Namun, siapakah sosok jenius di balik perumusan teks yang penuh makna dan energi spiritual ini? Sosok pengarang Hizib Nashor adalah figur sentral dalam kajian tasawuf dan amaliah sehari-hari umat Islam.
Secara luas dan berdasarkan literatur yang sahih dalam lingkaran pesantren dan tarekat, pengarang Hizib Nashor diyakini adalah Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili. Nama lengkap beliau adalah Abu Hasan Ali bin Abdullah al-Hadhrami al-Syadzili. Beliau merupakan seorang wali besar, pendiri Tarekat Syadziliyah, salah satu tarekat sufi yang paling berpengaruh di dunia Islam, terutama di Mesir, Afrika Utara, dan kemudian menyebar luas ke Asia Tenggara.
Syekh Asy-Syadzili hidup pada masa keemasan Islam dan dikenal sebagai ulama yang sangat mendalami ilmu zahir (syariat) dan ilmu batin (hakikat). Beliau hidup di abad ke-13 Masehi, sebuah periode yang penuh gejolak politik dan persaingan intelektual antar mazhab dan pemikiran. Dalam konteks inilah, dibutuhkan amalan spiritual yang kuat, yang mampu membentengi para muridnya dari segala bentuk bahaya dan godaan duniawi maupun ukhrawi.
Hizib Nashor bukanlah sekadar kumpulan doa biasa. Ia adalah hasil olahan spiritual tingkat tinggi. Konon, Hizib ini dirumuskan oleh Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili berdasarkan inspirasi langsung (ilham) dari Allah SWT saat beliau menghadapi berbagai cobaan berat dalam penyebaran dakwah dan pembentukan tarekatnya. Kata 'Nashor' sendiri berarti pertolongan atau kemenangan. Oleh karena itu, hizib ini secara fundamental bertujuan untuk memohon pertolongan ilahi agar diberikan kekuatan, keteguhan hati, dan kemenangan hakiki atas segala kesulitan.
Keistimewaan dari amalan yang bersumber dari pengarang Hizib Nashor ini terletak pada susunan bacaannya yang padat makna. Teksnya memadukan pujian kepada Allah, shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, serta permohonan perlindungan yang eksplisit. Para pengikut tarekat Syadzili dan juga mereka yang mengamalkannya di luar tarekat meyakini bahwa konsistensi dalam membaca Hizib Nashor akan membuka pintu-pintu keberkahan, mendekatkan pada maqam ma'rifatullah (mengenal Allah), dan menjaga dari fitnah dunia.
Meskipun Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili sendiri merupakan pengarang Hizib Nashor, warisan beliau jauh melampaui hizib tersebut. Tarekat Syadzili menekankan pentingnya kehidupan yang sederhana, mencari ilmu tanpa henti, dan menjaga hubungan yang erat dengan Allah di tengah hiruk pikuk kehidupan sosial. Hizib Nashor kemudian menjadi salah satu 'jimat spiritual' paling populer yang diwariskan dan diamalkan secara turun-temurun oleh para murid dan pengikutnya.
Di Indonesia, Hizib Nashor sering diajarkan melalui sanad keilmuan yang terhubung langsung ke para masyayikh di Timur Tengah, menegaskan validitas dan keotentikan riwayatnya dari sang penggubah. Keberadaan hizib ini menjadi pengingat bahwa dalam menghadapi tantangan zaman, kekuatan spiritual dan kedekatan dengan Tuhan melalui amalan yang telah teruji adalah fondasi utama bagi seorang Muslim.
Maka, ketika kita mengucapkan atau membaca Hizib Nashor, kita sebenarnya sedang menyambung energi spiritual kepada salah satu wali besar Islam, Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili. Beliau, sebagai pengarang Hizib Nashor, telah meninggalkan warisan berupa kalimat-kalimat ilahiah yang berfungsi sebagai perisai dan sumber kekuatan. Mengamalkannya bukan hanya mengikuti tradisi, tetapi juga merupakan upaya nyata untuk mencari pertolongan dan kemenangan hakiki dalam menjalani kehidupan yang penuh ujian.