Simbol Kitab dan Cahaya Petunjuk
Surat Al-Kahfi, surat ke-18 dalam Al-Qur'an, memiliki posisi istimewa di hati umat Islam. Keistimewaan ini bukan sekadar karena ia merupakan bagian dari kalamullah, melainkan karena kandungan isinya yang kaya akan pelajaran hidup, serta janji agung yang menyertainya, terutama bagi mereka yang rutin membacanya, khususnya di hari Jumat. Pengajian Surat Al-Kahfi adalah sebuah perjalanan spiritual untuk merenungi empat kisah besar di dalamnya yang menjadi penangkal fitnah terbesar sepanjang zaman.
Setiap ayat dalam Al-Kahfi memuat petunjuk untuk menghadapi ujian yang berbeda. Empat narasi utama menjadi inti dari pengajian surat ini. Pertama adalah kisah Ashabul Kahfi (Para Pemuda Gua), yang mengajarkan tentang pentingnya *istiqamah* (keteguhan) dalam memegang akidah di tengah tekanan lingkungan yang menindas. Mereka memilih meninggalkan kenyamanan duniawi demi menjaga keimanan.
Kedua, kisah pemilik dua kebun, yang melambangkan bahaya fitnah harta kekayaan. Pemiliknya terbuai oleh hasil panennya yang melimpah, lupa bahwa segala nikmat adalah titipan Allah. Ketika kebunnya musnah dilanda badai, ia baru menyadari kesombongannya. Pelajaran di sini adalah agar kita tidak terperosok dalam ujub (kagum diri) atas rezeki yang diperoleh.
Kisah ketiga menyoroti bahaya fitnah ilmu dan kekuasaan melalui dialog antara Nabi Musa AS dengan Khidir AS. Perjalanan penuh kesabaran Nabi Musa menunjukkan bahwa ilmu manusia sangat terbatas dibandingkan ilmu Allah yang luas. Pengajian ini mengingatkan kita untuk selalu bersikap tawadhu (rendah hati) dan menyadari keterbatasan nalar kita dalam memahami takdir dan hikmah ilahi. Seorang yang berilmu haruslah berhati-hati agar ilmunya tidak menjadi kesombongan.
Kisah keempat adalah tentang Dzulqarnain, seorang penguasa besar yang diberi kemampuan untuk menjelajah timur dan barat. Kisahnya mengajarkan tentang bagaimana seharusnya seorang pemimpin menggunakan kekuasaan—dengan adil, bijaksana, dan selalu ingat bahwa kekuasaan hanyalah amanah sementara. Dzulqarnain membangun penghalang (tembok) untuk melindungi kaum yang lemah dari kejahatan Ya'juj dan Ma'juj, sebuah metafora untuk membangun pertahanan moral dan spiritual umat dari kerusakan.
Secara kolektif, keempat kisah ini merupakan persiapan spiritual untuk menghadapi fitnah terbesar yang akan datang, yaitu kemunculan Dajjal. Dajjal akan membawa fitnah dalam bentuk harta (kebun), ilmu (klaim maha tahu), dan kekuasaan (klaim sebagai tuhan). Dengan memahami dan mengamalkan pelajaran dari Surat Al-Kahfi—berpegang teguh pada tauhid, rendah hati terhadap ilmu, dan bersabar menghadapi ujian—seorang mukmin dipersiapkan untuk menangkis tipu daya tersebut.
Oleh karena itu, kegiatan pengajian Surat Al-Kahfi bukan sekadar membaca teks suci, melainkan sebuah sesi mendalam untuk meninjau kembali peta spiritual kita. Ini adalah momen untuk mengevaluasi apakah kita sedang terbuai harta, congkak dengan ilmu, atau justru berjalan lurus di atas petunjuk Allah. Dengan cahaya yang dijanjikan dari membacanya di hari Jumat, semoga kita selalu dibimbing menjauhi gelapnya fitnah dunia dan akhirat.
Mari jadikan pembacaan dan perenungan surat ini sebagai rutinitas, khususnya di hari yang diberkahi, agar pancaran cahayanya senantiasa menyertai langkah kita dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan.