Surat Al-Fatihah adalah inti dari setiap rakaat salat yang kita dirikan. Surat ini disebut juga sebagai "Ummul Kitab" (Induk Al-Qur'an) karena kedudukannya yang sangat fundamental. Oleh karena urgensinya, membaca Al-Fatihah dengan benar, sesuai dengan kaidah tajwid, adalah syarat sahnya salat. Namun, dalam praktik sehari-hari, seringkali kita menemukan kesalahan dalam membaca surat Al-Fatihah yang diakibatkan oleh ketidaktahuan akan makhraj huruf (tempat keluarnya huruf) dan hukum-hukum tajwid.
Kesalahan sekecil apapun, terutama yang mengubah arti ayat, dapat memengaruhi keabsahan salat. Oleh karena itu, mengenali dan memperbaiki kekeliruan ini menjadi prioritas bagi setiap Muslim yang ingin mendekatkan diri kepada Allah melalui salat yang khusyuk dan benar.
Terdapat beberapa area utama di mana jamaah seringkali tergelincir saat membaca surah agung ini:
Meskipun lafalnya pendek, beberapa orang menghilangkan atau membaca dengan tidak jelas huruf 'Raa' (ر) pada kata "Ar-Rahman" atau 'Ha' (ه) pada "Ar-Rahim". Dalam mazhab Syafi'i, membaca Basmalah dengan jelas hukumnya sunnah muakkad sebelum Al-Fatihah (kecuali dalam salat jahr, di mana hukumnya berbeda pandangannya).
Kesalahan sering terjadi pada huruf 'Dhaad' (ض) dalam kata "Alhamdulillaahi". Beberapa orang membacanya seperti huruf 'Dzal' (ذ) atau 'Dhaad' biasa, padahal huruf Dhaad adalah huruf yang paling unik dalam bahasa Arab dan sulit diucapkan. Selain itu, pemanjangan (mad) pada kata "Alla" (Alif) di "Alhamdulillaahi" harus diperhatikan.
Ini mungkin adalah kesalahan yang paling sering terjadi. Banyak orang membaca "Maliki" (dengan mim pendek) yang artinya "Raja", padahal yang benar adalah "Māliki" (dengan mim panjang / mad) yang artinya "Pemilik". Perbedaan satu fathah (harakat pendek) ini sangat signifikan dalam menentukan makna ayat.
Kesalahan umum di sini adalah mengucapkan 'Ain (ع) pada "Iyyaka" dengan suara 'Alif' (ا) atau 'Hamzah' (ء). Huruf 'Ain harus keluar dari tenggorokan bagian tengah dengan bunyi yang berat dan tegas. Jika diganti Hamzah, artinya tetap sama, namun ini mengurangi kesempurnaan bacaan tajwid.
Huruf 'Shad' (ص) dalam kata "Shiraathal" harus dibaca tebal (mufakhkhamah). Beberapa pembaca membacanya tipis seperti 'Sin' (س), menjadikannya "Siraathal". Perbedaan ini mengubah kata menjadi kurang tepat secara fonetik Arab standar.
Pada kata "Wala Dhallin", huruf Dhad (ض) sering dibaca seperti 'Dzaal' (ذ) atau 'Dhal' biasa. Kesalahan fatal lainnya adalah menghilangkan atau mengganti huruf 'Dhad' pada "Maghdhuubi". Jika Dhad diganti dengan Dzal (ذ), artinya menjadi "yang dimurkai", sedangkan dengan Dhad (ض) artinya tetap sama namun dengan pengucapan yang berbeda.
Imam An-Nawawi rahimahullah pernah menekankan bahwa mempelajari tajwid itu wajib karena Al-Qur'an diturunkan dengan tajwid. Shalat yang dilakukan dengan bacaan Al-Fatihah yang salah secara terus-menerus dikhawatirkan tidak memenuhi standar kesempurnaan yang diinginkan agama. Hal ini bukan sekadar masalah estetika bacaan, melainkan tentang menjaga kemurnian makna kalamullah.
Untuk memperbaiki kesalahan dalam membaca surat Al-Fatihah, langkah paling efektif adalah:
Dengan kesadaran penuh terhadap detail pengucapan ini, salat kita akan menjadi lebih tenang, lebih dekat dengan tuntunan Rasulullah ﷺ, dan harapan kita agar ibadah tersebut diterima oleh Allah SWT akan semakin besar.