Dalam dunia penulisan dan komunikasi formal di Indonesia, istilah **EYD** sering kali muncul. EYD adalah singkatan dari **Ejaan Yang Disempurnakan**. Meskipun saat ini kita telah memasuki era Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI), pemahaman mengenai EYD tetap krusial karena ia menjadi fondasi utama perkembangan kaidah penulisan bahasa kita selama beberapa dekade. Memahami apa itu EYD adalah langkah awal untuk memastikan setiap tulisan, baik itu artikel, laporan, maupun surat resmi, memenuhi standar kebahasaan yang berlaku.
Ilustrasi kaidah penulisan dalam ejaan.
EYD diperkenalkan pertama kali pada tahun 1972 sebagai hasil penyatuan ejaan Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu. Fungsinya sangat fundamental: menyamakan persepsi dan praktik penulisan bahasa Indonesia di seluruh nusantara. Sebelum adanya EYD, terdapat ketidakseragaman dalam penulisan, terutama terkait serapan kata asing, penggunaan huruf kapital, dan pemenggalan kata.
Tujuan utama dari adanya EYD adalah untuk mencapai standardisasi bahasa. Ketika semua orang menulis menggunakan pedoman yang sama, komunikasi menjadi lebih lancar dan minim kesalahpahaman. Standar ini mencakup aspek-aspek krusial seperti:
Meskipun EYD telah melayani kebutuhan bangsa Indonesia dengan baik, bahasa adalah entitas yang dinamis. Seiring perkembangan zaman, kebutuhan untuk memperbarui kaidah penulisan muncul, terutama karena bertambahnya kosakata baru melalui globalisasi dan perkembangan teknologi.
Revisi penting dilakukan, yang puncaknya adalah diperkenalkannya **PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia)** melalui Peraturan Badan Bahasa Nomor 42 Tahun 2012. PUEBI secara substansial adalah penyempurnaan dan pembaruan dari EYD. Namun, penting untuk dicatat bahwa PUEBI tidak menghilangkan prinsip dasar yang telah ditetapkan oleh EYD; ia hanya menyesuaikannya agar lebih relevan dan fleksibel.
Banyak orang masih menggunakan istilah EYD untuk merujuk pada kaidah ejaan secara umum. Namun, jika Anda menulis secara formal saat ini, rujukan yang paling tepat adalah mengacu pada kaidah PUEBI. Meskipun demikian, jika Anda menemukan kesalahan penulisan yang melanggar EYD lama, sering kali hal tersebut juga berarti melanggar kaidah PUEBI yang baru.
Untuk benar-benar memahami esensi EYD, kita perlu menilik beberapa contoh spesifik mengenai aturan yang diatur. Salah satu area yang paling sering menimbulkan kebingungan adalah penulisan kata depan.
Menurut kaidah EYD (yang kini diakomodir PUEBI), kata depan seperti di dan ke harus ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya jika berfungsi sebagai penunjuk tempat atau arah. Sebaliknya, jika di- dan ke- berfungsi sebagai awalan (imbuhan), maka harus ditulis serangkai.
Contoh perbedaan ini sangat jelas:
Kesalahan dalam membedakan fungsi ini sering terjadi dan merupakan indikator utama perlunya merujuk kembali pada pedoman ejaan. Ketepatan dalam penulisan menunjukkan profesionalitas dan rasa hormat terhadap pembaca.
Menguasai kaidah EYD, atau lebih tepatnya PUEBI, bukan hanya tentang menghindari koreksi dari guru atau editor. Ini tentang membangun integritas komunikasi. Bahasa Indonesia adalah aset nasional yang harus dijaga kemurnian dan ketepatan penggunaannya. Ketika kita konsisten dalam menerapkan standar ejaan yang berlaku, kita turut serta dalam menjaga martabat bahasa tersebut dalam ranah formal dan akademis.
Singkatnya, **EYD adalah** kerangka dasar ejaan yang menyempurnakan bahasa Indonesia, yang kini diperbarui dan diperkuat melalui PUEBI. Meskipun istilahnya mungkin sedikit berganti, semangat untuk menulis secara baku, jelas, dan benar tetap menjadi inti dari pedoman tersebut. Untuk setiap penulis, baik pemula maupun profesional, memiliki pemahaman yang kuat tentang aturan ini adalah sebuah keharusan mutlak dalam setiap upaya literasi berbahasa Indonesia.