Reproduksi adalah inti dari peternakan babi yang sukses dan menguntungkan. Memahami secara detail mengenai proses babi kawin—mulai dari deteksi birahi (estrus) hingga keberhasilan inseminasi atau perkawinan alami—sangat krusial bagi peternak. Siklus reproduksi babi betina, atau yang sering disebut siklus estrus, memiliki pola yang spesifik dan memerlukan pemantauan ketat untuk memaksimalkan jumlah anak babi per induk dalam setahun. Kegagalan dalam mengenali periode puncak kesuburan dapat menyebabkan pemborosan waktu dan biaya pemeliharaan tanpa menghasilkan output yang diharapkan.
Siklus birahi pada babi betina (sow atau gilt) rata-rata berlangsung sekitar 21 hari. Namun, fase yang paling penting adalah fase estrus itu sendiri, yaitu periode di mana babi betina siap menerima pejantan dan terjadi ovulasi. Fase estrus ini biasanya hanya berlangsung antara 24 hingga 72 jam, sehingga waktu deteksi yang tepat adalah kunci utama keberhasilan reproduksi.
Keberhasilan perkawinan sangat bergantung pada kemampuan peternak mendeteksi tanda-tanda birahi yang tepat. Babi yang sedang dalam fase estrus menunjukkan beberapa perilaku khas. Tanda paling jelas adalah perubahan perilaku seksual. Babi betina yang siap kawin akan menunjukkan sikap pasif dan statis ketika ditekan di punggungnya—fenomena yang dikenal sebagai 'standing heat'. Mereka tidak akan bergerak atau mencoba menghindar ketika pejantan mendekat atau ketika peternak menekan bagian belakang tubuhnya.
Secara fisik, tanda-tanda lain mencakup vulva yang membengkak, berwarna kemerahan, dan mengeluarkan lendir yang jernih atau sedikit berdarah (walaupun lendir berdarah lebih jarang diamati pada babi dibandingkan spesies lain). Selain itu, nafsu makan babi mungkin menurun sementara, dan mereka cenderung lebih gelisah atau mencoba mencari pejantan. Idealnya, inseminasi buatan (IB) atau perkawinan alami dilakukan pada puncak estrus, biasanya 12 hingga 24 jam setelah tanda-tanda birahi pertama kali terdeteksi secara jelas.
Secara tradisional, babi kawin dilakukan melalui perkawinan alami dengan pejantan unggul. Metode ini mudah diterapkan, namun memiliki beberapa keterbatasan, seperti kebutuhan akan ruang kandang pejantan, risiko cedera, serta keterbatasan genetik karena satu pejantan hanya bisa mengawini sejumlah babi betina terbatas dalam satu periode.
Saat ini, Inseminasi Buatan (IB) telah menjadi standar emas dalam industri peternakan babi modern. IB memungkinkan pemanfaatan genetik pejantan unggul secara maksimal ke banyak babi betina dalam jarak geografis yang luas. Keberhasilan IB sangat bergantung pada kualitas semen, teknik inseminasi yang benar (memastikan semen ditempatkan di area serviks yang optimal), dan waktu yang tepat sesuai dengan respons babi betina terhadap birahi. Waktu inseminasi yang optimal biasanya dua kali, yakni pada saat awal birahi dan 12 jam setelahnya, untuk memaksimalkan peluang pembuahan sel telur yang dilepaskan selama ovulasi.
Setelah proses babi kawin selesai, baik melalui cara alami maupun IB, manajemen pakan dan lingkungan harus diperhatikan untuk mendukung implantasi embrio. Babi yang baru dikawinkan sebaiknya ditempatkan di lingkungan yang tenang dengan suhu yang nyaman. Stres panas (heat stress) diketahui dapat menurunkan tingkat keberhasilan kebuntingan.
Konfirmasi kebuntingan biasanya dilakukan sekitar 21 hingga 28 hari pasca-kawin. Metode yang umum digunakan adalah ultrasonografi (USG) atau, secara tradisional, dengan mengamati apakah babi betina menunjukkan tanda birahi kembali pada siklus berikutnya (sekitar hari ke-21). Jika babi menunjukkan birahi lagi, ini menandakan kegagalan pembuahan, dan jadwal kawin ulang harus segera disiapkan. Siklus manajemen yang teratur inilah yang menjamin efisiensi produksi daging babi secara berkelanjutan.