Surat Ad Dhuha adalah surat ke-93 dalam Al-Qur'an, yang diturunkan di Mekkah, khususnya ketika Nabi Muhammad SAW mengalami jeda wahyu (fatrah al-wahyu). Jeda ini sempat menimbulkan kekhawatiran di hati beliau. Surat ini turun sebagai penghibur, penguat, dan penegasan atas kedudukan mulia beliau di sisi Allah SWT.
Surat Ad Dhuha secara keseluruhan menekankan dua tema utama: penegasan cinta dan pemeliharaan Allah kepada Nabi Muhammad SAW, serta perintah untuk bersyukur atas nikmat tersebut. Ayat-ayat sebelumnya telah menjelaskan bahwa Allah tidak meninggalkan dan tidak membenci Nabi-Nya. Setelah penegasan ini, surat tersebut mengarah pada perintah konkret sebagai wujud rasa syukur.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Wa ammā bini’mati rabbika faḥaddits"Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu menceritakan (atau menyampaikannya)."
Ayat kesebelas ini, "Wa ammā bini’mati rabbika faḥaddits," merupakan puncak penutup yang memerintahkan tindakan spesifik setelah seluruh jaminan dan penghiburan yang telah diberikan Allah dalam ayat-ayat sebelumnya.
Perintah "faḥaddits" (maka ceritakanlah) memiliki kedalaman makna yang melampaui sekadar ucapan terima kasih dalam hati. Para ulama tafsir sepakat bahwa perintah ini berarti:
Syukur dalam Islam memiliki tiga tingkatan. Surat Ad Dhuha ayat 11 secara eksplisit menyoroti tingkatan kedua dan ketiga, setelah rasa syukur dalam hati yang tersirat dari ayat-ayat sebelumnya.
Syukur Hati (I'tiqad): Keyakinan penuh bahwa segala sesuatu yang baik berasal dari Allah. Ini adalah pondasi keimanan.
Syukur Lisan (Qaul): Mengucapkan Alhamdulillah, memuji Allah, dan—seperti yang diperintahkan di ayat 11—menceritakan nikmat tersebut. Ini adalah manifestasi lisan dari pengakuan hati.
Syukur Perbuatan (Fi'il): Menggunakan nikmat yang diberikan Allah sesuai dengan kehendak-Nya. Contohnya, jika diberi nikmat harta, gunakan untuk sedekah; jika diberi nikmat ilmu, gunakan untuk mengajar.
Ayat 11 Ad Dhuha mengaitkan erat antara syukur lisan (menceritakan) dengan syukur perbuatan (implisit). Ketika kita menceritakan bahwa Allah telah memudahkan urusan rezeki kita, maka tindakan selanjutnya yang diharapkan adalah menggunakan rezeki itu untuk ketaatan, bukan malah tenggelam dalam kesombongan.
Meskipun ayat ini ditujukan langsung kepada Nabi Muhammad SAW, perintah ini bersifat umum (kaffah) dan berlaku bagi setiap mukmin. Mengartikan dan mengamalkan ayat ini membawa beberapa implikasi spiritual penting:
Pada intinya, arti surat Ad Dhuha ayat 11 adalah perintah eksplisit untuk merefleksikan rahmat Allah melalui ucapan dan pengakuan, menjadikannya jembatan antara karunia ilahi yang diterima dan rasa syukur yang ditunjukkan kepada sesama manusia.