Menghafal Al-Qur'an adalah sebuah kehormatan besar yang dianugerahkan Allah SWT kepada hamba-Nya. Namun, proses yang mulia ini tidak cukup hanya diukur dari kuantitas hafalan. Kualitas seorang penghafal sangat ditentukan oleh adab atau akhlak yang menyertainya. Adab bukan sekadar pelengkap, melainkan fondasi kokoh yang menopang bangunan hafalan agar tidak mudah runtuh dan justru menjadi keberkahan.
Ilustrasi: Integritas Penghafal
Pentingnya Adab dalam Proses Tahfidz
Imam Malik pernah berkata, "Belajarlah adab selama dua puluh tahun, dan belajarlah ilmu (Al-Qur'an) selama dua puluh tahun." Ungkapan ini menegaskan bahwa akhlak adalah prasyarat utama sebelum mendalami ilmu syar'i. Bagi penghafal Al-Qur'an, adab berfungsi sebagai penjaga keikhlasan dan keberkahan hafalan. Tanpa adab, hafalan yang banyak bisa menjadi aib di akhirat, bukan mahkota kemuliaan.
1. Adab Terhadap Mushaf Al-Qur'an
Mushaf adalah kitab suci yang memuat kalamullah. Penghormatan tertinggi harus diberikan kepadanya.
- Kesucian Tempat dan Badan: Selalu dalam keadaan suci (berwudhu) saat menyentuh mushaf, meskipun banyak ulama kontemporer membolehkan menyentuh tanpa wudhu jika memakai penghalang (misalnya sampul), namun kehati-hatian adalah yang terbaik.
- Posisi yang Mulia: Tidak meletakkan Al-Qur'an di lantai, di bawah barang lain, atau di tempat yang kotor. Sebaiknya diletakkan di atas rak atau pangkuan dalam posisi terhormat.
- Menjaga Kebersihan: Menjaga kebersihan mushaf dari noda dan debu, serta tidak membawanya ke tempat-tempat yang tidak pantas.
Adab Terhadap Guru (Syaikh) dan Proses Belajar
Guru tahfidz adalah perantara ilmu yang harus dihormati selayaknya orang tua, karena mereka membimbing kita menuju firman Allah.
2. Adab Saat Talaqqi (Bertemu Guru)
- Kepatuhan dan Kerendahan Hati: Mendengarkan instruksi guru dengan saksama tanpa menyela. Bersikap tawadhu, mengakui kelemahan diri, dan selalu siap menerima koreksi.
- Waktu dan Janji: Menghormati waktu guru. Datang tepat waktu, dan jika terpaksa terlambat, meminta izin dengan sopan. Jangan membebani guru dengan urusan duniawi yang tidak mendesak.
- Memanfaatkan Setiap Momen: Tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk bertanya atau mengulang hafalan. Kecepatan bukan tolok ukur utama, melainkan ketepatan dan pemahaman.
Adab Sosial dan Pribadi Seorang Hafidz
Seorang penghafal diharapkan menjadi teladan bagi lingkungannya. Akhlaknya harus mencerminkan kedalaman hubungannya dengan Al-Qur'an.
3. Menjaga Lisan dan Perbuatan
Hafidz adalah "penjaga" kalamullah, maka lisan dan perilakunya harus terjaga kemuliaannya.
- Menghindari Ghibah dan Perdebatan Sia-sia: Lisan yang terbiasa membaca ayat-ayat peringatan harus menjaga diri dari membicarakan keburukan orang lain atau terlibat dalam pertengkaran yang tidak bermanfaat.
- Amanah dan Kejujuran: Bertindak jujur dalam setiap urusan, karena Al-Qur'an adalah sumber kebenaran. Kehidupan seorang hafidz harus menjadi cerminan Al-Qur'an itu sendiri.
- Kontrol Diri (Iffah): Menjaga pandangan dari hal-hal yang dilarang (menundukkan pandangan) dan menjaga kehormatan diri dari maksiat. Ini adalah bagian dari pembersihan hati agar ayat-ayat Allah mudah meresap.
4. Konsistensi dalam Pengamalan
Adab tertinggi seorang penghafal adalah mengamalkan apa yang ia hafal. Hafalan yang hanya tersimpan di lisan tanpa menyentuh hati dan perilaku adalah hafalan yang rapuh. Mengamalkan ayat tentang sedekah, kesabaran, atau keadilan menunjukkan bahwa Al-Qur'an telah meresap menjadi karakter.
Pada akhirnya, adab bukan hanya ritual yang dilakukan saat bertemu guru atau memegang mushaf. Ia adalah gaya hidup seorang hamba yang menjadikan Al-Qur'an sebagai peta jalan utama. Dengan adab yang luhur, hafalan akan menjadi cahaya yang menerangi hati, bukan sekadar beban yang dicari pujian manusia.