Surat Al Lahab Mengisahkan Tentang: Kehancuran Abu Lahab dan Istrinya

Ilustrasi Api dan Tangan Gambar SVG abstrak yang merepresentasikan kobaran api (Lahab) dan dua tangan yang terangkat menolak. الْمَسَد

Surat Al Lahab, yang juga dikenal sebagai surat Al-Masad (berserat Sabut), adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an, terdiri dari lima ayat. Meskipun singkat, kandungan maknanya sangat padat dan tegas, yaitu ancaman hukuman pedih bagi salah satu paman Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Lahab, beserta istrinya.

Konteks Historis Pewahyuan Surat Al Lahab

Pewahyuan Surat Al Lahab memiliki latar belakang sejarah yang spesifik dan dramatis. Ketika Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terang-terangan dan mengajak kaum Quraisy untuk meninggalkan penyembahan berhala, penentangan keras muncul, terutama dari kerabat terdekatnya sendiri. Abu Lahab bin Abdul Muthalib, paman Nabi, adalah salah satu penentang yang paling vokal dan kejam.

Ketika Nabi Muhammad SAW naik ke Bukit Safa dan menyerukan kaum Quraisy untuk menerima risalah tauhid, Abu Lahab adalah yang pertama kali merespons dengan kata-kata kasar. Ia berdiri di hadapan Nabi dan berkata, "Celakalah engkau! Hanya untuk inikah engkau mengumpulkan kami?" Respons inilah yang menjadi pemicu turunnya ayat-ayat yang secara langsung mengutuk dirinya.

Isi Pokok Surat Al Lahab

Surat Al Lahab secara lugas mengisahkan tentang nasib buruk yang akan menimpa Abu Lahab dan istrinya akibat penolakan mereka terhadap kebenaran Islam.

Ayat Pertama: Celakalah Kedua Tangan Abu Lahab

"Celakalah kedua tangan Abu Lahab dan celakalah dia (Abu Lahab)." (QS. Al Lahab: 1)

Ayat pertama ini adalah kutukan langsung. Abu Lahab dijuluki "Abu Lahab" yang berarti "Bapak Nyala Api" karena wajahnya yang selalu memerah dan berapi-api ketika marah. Kerugian yang disebutkan bukan hanya materi, tetapi kehancuran total dalam segala aspek kehidupan, baik dunia maupun akhirat. Tangan yang disebutkan di sini melambangkan usahanya dalam menghalang-halangi dakwah Rasulullah.

Ayat Kedua dan Ketiga: Kekayaan dan Usaha yang Sia-sia

"Harta bendanya dan apa yang telah ia usahakan itu tidak akan berguna baginya. Dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala." (QS. Al Lahab: 2-3)

Kekayaan dan kedudukan Abu Lahab di kalangan Quraisy tidak mampu melindunginya dari azab Allah. Surat ini menegaskan bahwa segala usaha yang dilakukan dalam rangka menentang kebenaran, betapapun besar modalnya, akan menjadi sia-sia di hadapan keagungan Allah. Kesudahannya adalah neraka Jahanam yang menyala-nyala.

Ayat Keempat: Peran Istri Abu Lahab

"Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar." (QS. Al Lahab: 4)

Istri Abu Lahab, Ummu Jamil, juga mendapat hukuman yang sama. Ia dikenal karena kebenciannya yang mendalam terhadap Nabi. Dalam tradisi tafsir, ia digambarkan sering membawa duri atau ranting berduri untuk diletakkan di jalan yang akan dilalui Nabi. Oleh karena itu, ia dijuluki sebagai "pembawa kayu bakar" (hammalatul hatab), yang merujuk pada perbuatannya yang suka menebar fitnah dan gangguan, serta akan menjadi bahan bakar di neraka kelak.

Ayat Kelima: Siksaan di Akhirat

"Di lehernya ada tali dari sabut (jelatang)." (QS. Al Lahab: 5)

Ayat penutup ini menggambarkan bentuk siksaan spesifik yang akan menimpa Ummu Jamil. Tali dari sabut (serat kasar dari pohon kurma) melambangkan kehinaan dan penderitaan yang tak terhingga, berbanding terbalik dengan kemewahan yang mungkin ia nikmati di dunia. Ini adalah balasan setimpal atas penghinaan yang ia sebarkan.

Pelajaran Penting dari Surat Al Lahab

Kisah yang diangkat dalam Surat Al Lahab memberikan beberapa pelajaran mendasar bagi umat Islam:

  1. Bahaya Kekafiran dan Penentangan: Surat ini menunjukkan bahwa pertalian darah atau kekerabatan tidak menjamin keselamatan jika seseorang memilih untuk menentang kebenaran Allah. Abu Lahab adalah kerabat dekat Nabi, namun ia adalah salah satu penentang terkeras.
  2. Kekuatan Ucapan dan Perbuatan: Kebencian yang diekspresikan melalui ucapan kasar (Abu Lahab) dan perbuatan jahat (Ummu Jamil) tercatat dan akan mendapatkan balasan setimpal.
  3. Kemanfaatan Harta di Akhirat: Harta benda dan kekuasaan duniawi tidak memiliki nilai apa pun di hadapan pertanggungjawaban akhirat jika didapatkan atau digunakan untuk maksiat.
  4. Kepastian Janji Allah: Surat ini menjadi bukti konkret bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah, karena prediksi mengenai nasib buruk Abu Lahab terwujud, sementara ia hidup setelah ayat tersebut diturunkan.

Secara keseluruhan, surat Al Lahab mengisahkan tentang konsekuensi abadi dari permusuhan terbuka terhadap risalah kenabian dan penolakan terhadap ajaran tauhid. Surat ini berfungsi sebagai peringatan keras bahwa tidak ada penentangan terhadap Islam yang akan luput dari pengawasan dan perhitungan Allah SWT.

🏠 Homepage