Pengantar Surah Adh-Dhuha
Surah Adh-Dhuha merupakan surah ke-93 dalam susunan mushaf Al-Qur'an dan termasuk dalam golongan surah Makkiyah. Surah ini terletak dalam Juz 'Amma, yang sering menjadi bagian yang akrab bagi banyak umat Muslim, terutama dalam hafalan dan pelaksanaan salat sunah. Nama "Adh-Dhuha" sendiri berarti "waktu dhuha" atau waktu pagi setelah matahari terbit beberapa saat. Surah ini turun sebagai bentuk penghiburan dan peneguhan hati Nabi Muhammad SAW di masa-masa awal kenabian, terutama ketika beliau merasakan kesedihan karena jeda wahyu sempat terputus.
Kehadiran Surah Adh-Dhuha membawa pesan optimisme dan penegasan bahwa Allah SWT tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang beriman, bahkan ketika ujian terasa berat. Ketika diturunkan, jeda turunnya wahyu sering kali menimbulkan keresahan pada diri Nabi. Surah ini datang sebagai jaminan kasih sayang ilahi, mengingatkan Rasulullah tentang rahmat yang telah dilimpahkan Allah kepadanya di masa lalu, sebagai indikasi bahwa rahmat di masa depan juga pasti ada.
Kandungan Utama dan Ayat-Ayat Kunci
Surah Adh-Dhuha terdiri dari 11 ayat pendek yang sarat makna. Pembahasan utamanya dapat dibagi menjadi tiga bagian penting:
1. Sumpah Waktu Dhuha dan Malam yang Sunyi (Ayat 1-2):
"Demi waktu dhuha, dan demi malam apabila telah sunyi."
Allah SWT memulai surah ini dengan bersumpah menggunakan dua waktu penting: pagi hari yang cerah (dhuha) dan malam yang tenang (sakinah). Penggunaan sumpah ini menekankan keagungan dan pentingnya waktu-waktu tersebut dalam siklus kehidupan manusia dan penurunan wahyu. Waktu dhuha identik dengan awal aktivitas dan harapan baru.
2. Penegasan Kasih Sayang Allah (Ayat 3-5):
Ayat-ayat ini secara eksplisit menegaskan bahwa Allah tidak meninggalkan (membuang) dan tidak membenci Nabi Muhammad SAW. Ini adalah penawar paling efektif bagi perasaan ditinggalkan yang mungkin dirasakan Nabi. Bagian ini mengajarkan umatnya untuk selalu merasa diawasi dan dicintai oleh Pencipta, sehingga keputusasaan harus dihilangkan.
3. Janji Masa Depan yang Lebih Baik (Ayat 6-8):
"Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu seorang yang bimbang, lalu Dia memberimu petunjuk? Dan Dia mendapatimu seorang yang kekurangan, lalu Dia memberimu kecukupan?"
Ayat-ayat ini merinci nikmat-nikmat masa lalu yang dialami Nabi—mulai dari status yatim piatu hingga menjadi pemimpin umat. Dengan mengingatkan nikmat masa lalu, Allah menjamin bahwa kehidupan setelahnya akan jauh lebih baik. Ayat 6-8 berfungsi sebagai bukti empiris dari janji Allah bahwa "sesungguhnya akhir (nanti) itu lebih baik bagimu daripada permulaan (sekarang)."
Keutamaan Salat Dhuha
Karena nama surah ini diambil dari waktu dhuha, sangat erat kaitannya dengan anjuran melaksanakan salat sunah Dhuha. Salat ini adalah ibadah sunah muakkad (sangat dianjurkan) yang dilakukan setelah matahari naik hingga menjelang waktu Zuhur. Keutamaan salat Dhuha seringkali disamakan dengan pahala sedekah bagi seluruh persendian tubuh.
Melaksanakan salat Dhuha secara rutin bukan hanya ibadah fisik, tetapi juga sebuah praktik spiritual untuk menghadirkan rasa syukur dan ketergantungan penuh kepada Allah SWT, sejalan dengan pesan inti Surah Adh-Dhuha. Ia mengingatkan seorang Muslim untuk memulai hari dengan mengingat Pemberi rezeki, memohon keberkahan atas waktu yang sedang berjalan, dan menepis segala rasa khawatir akan kekurangan. Ketika seseorang menunaikan salat ini, ia secara simbolis menegaskan bahwa Allah adalah Pelindungnya dan Pemberi kekayaan sejati, baik materi maupun spiritual.
Implikasi Psikologis dan Spiritual
Dari perspektif psikologi Islami, Surah Adh-Dhuha adalah resep mujarab untuk mengatasi kecemasan dan depresi ringan. Ketika seseorang merasa terabaikan, gagal, atau bingung, ayat-ayat ini menawarkan validasi emosional sekaligus solusi spiritual. Ia mengajarkan bahwa masa sulit (malam yang sunyi) pasti akan digantikan oleh masa kemudahan (waktu dhuha).
Pesan utamanya adalah optimisme yang berakar pada keyakinan (tawakkal). Umat Islam didorong untuk terus beramal saleh dan berupaya, sambil senantiasa menaruh harapan besar kepada rahmat dan karunia Allah SWT. Mengingat sejarah Nabi Muhammad SAW sendiri sebagai contoh tertinggi, yang berhasil melewati masa-masa paling genting dalam hidupnya berkat dukungan ilahi, memberikan inspirasi bahwa setiap tantangan pasti memiliki batas waktu dan akan diikuti oleh kemudahan yang dijanjikan.