Surah Ad-Dhuha adalah salah satu surat pendek dalam Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai penghiburan di masa-masa sulit. Surah ini penuh dengan janji kasih sayang Allah SWT. Di antara ayat-ayat yang menyentuh hati tersebut, **Ad-Dhuha ayat 7** memegang peranan penting dalam mengingatkan kita tentang rahmat yang telah dianugerahkan dan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Ayat ini merupakan pertanyaan retoris yang bertujuan menegaskan nikmat Allah kepada Rasulullah ﷺ. Ketika ayat-ayat sebelumnya berbicara tentang penolakan kaum Quraisy dan periode wahyu yang sempat terhenti, Allah SWT mengingatkan Nabi-Nya tentang bagaimana Dia memelihara beliau sejak masa kanak-kanak. Nabi Muhammad SAW kehilangan ayahandanya, Abdullah, sebelum beliau dilahirkan, dan kehilangan ibunya, Aminah, pada usia yang sangat muda. Hidup sebagai yatim di Mekkah pada saat itu penuh dengan tantangan dan kerentanan.
Frasa kunci dalam **Ad-Dhuha ayat 7** adalah "yateeman fa'awa" (sebagai yatim, lalu Dia melindungi). Kata "fa'awa" (melindungi/menampung) merujuk pada serangkaian perlindungan ilahi yang diterima Nabi. Perlindungan ini dimulai dengan pemeliharaan Allah melalui kakek beliau, Abdul Muthalib, dan kemudian pamannya, Abu Thalib. Ini bukan sekadar memberikan tempat tinggal fisik, tetapi juga memberikan ketenangan batin dan membimbing langkah-langkah beliau hingga mencapai kedewasaan dan kerasulan.
Kajian terhadap ayat ini menawarkan beberapa pelajaran mendasar, terutama bagi umat Islam yang mungkin sedang menghadapi kesulitan atau merasa ditinggalkan:
Meskipun ditujukan secara spesifik kepada Rasulullah ﷺ, ayat ini memiliki resonansi universal bagi setiap mukmin. Ayat ini menegaskan prinsip bahwa Allah adalah pelindung bagi mereka yang lemah, yatim, atau mereka yang terpisah dari pertolongan duniawi. Ketika seseorang merasa sendirian, ayat ini adalah janji bahwa "Allah selalu ada."
Surah Ad-Dhuha secara keseluruhan membangun narasi penghiburan: dari masa lalu yang penuh kesulitan (ayat 7), menuju masa kini yang penuh kemudahan (ayat 6), dan berlanjut menuju masa depan yang penuh harapan dan keridhaan (ayat 8-11). Ayat ketujuh berfungsi sebagai fondasi argumentatif: karena Allah telah melakukan kebaikan luar biasa di masa lalu (melindungi Anda sebagai yatim), maka Dia pasti akan memberikan kemudahan dan kebahagiaan di masa kini dan mendatang.
Oleh karena itu, saat kita merenungkan **Ad-Dhuha ayat 7**, kita tidak hanya melihat sejarah seorang Nabi, tetapi kita melihat cermin dari janji Allah yang kekal: bahwa dalam setiap kerapuhan dan keterbatasan kita, ada tangan Ilahi yang siap menaungi dan membimbing kita menuju cahaya, sebagaimana fajar menyingsing setelah kegelapan malam.
Memahami dan menghayati ayat ini membantu menumbuhkan rasa syukur mendalam dan optimisme yang kuat dalam perjalanan hidup seorang Muslim.