Surah Al-Ikhlas, atau Surah ke-112 dalam Al-Qur'an, sering dijuluki sebagai sepertiga Al-Qur'an karena kandungan maknanya yang sangat padat dan mendasar. Surah ini adalah inti dari ajaran tauhid—pengesaan mutlak terhadap Allah SWT. Mengamalkan wirid atau bacaan rutin surah ini, bahkan hanya satu kali, membawa manfaat spiritual dan perlindungan yang luar biasa. Bagi seorang Muslim, menjadikannya sebagai wirid harian bukan sekadar ritual, melainkan penegasan kembali fondasi keimanan.
Keempat ayat Surah Al-Ikhlas secara ringkas mendefinisikan Allah tanpa kompromi. Ayat pertama, "Katakanlah: 'Dialah Allah, Yang Maha Esa'," langsung menancapkan prinsip keunikan dan keesaan-Nya. Ini adalah sanggahan total terhadap segala bentuk kesyirikan, politeisme, atau pemikiran bahwa Allah memiliki mitra atau tandingan. Ketika kita mengulanginya sebagai wirid, kita sedang membersihkan hati dari keraguan dan menyucikan niat hanya kepada-Nya.
Ayat kedua, "Allah Tempat Allah bergantung segala sesuatu," menjelaskan bahwa segala kebutuhan, harapan, dan urusan alam semesta bersumber dari dan kembali kepada-Nya. Dalam konteks wirid, ini menumbuhkan rasa pasrah yang sempurna (tawakkal). Ketika kita menghadapi kesulitan duniawi, wirid Al-Ikhlas mengingatkan kita bahwa satu-satunya Zat yang mampu menanggung beban tersebut adalah Allah SWT.
Banyak hadis Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan betapa besarnya keutamaan membaca Surah Al-Ikhlas secara rutin. Jika dibaca sebanyak tiga kali, pahalanya setara dengan membaca seluruh Al-Qur'an. Meskipun para ulama berbeda pendapat mengenai interpretasi "sepertiga Al-Qur'an" ini, inti pesannya jelas: pembacaan rutin surah ini bernilai sangat besar di sisi Allah.
Qul Huwallahu Ahad. Allahus-Samad. Lam Yalid Wa Lam Yuulad. Wa Lam Yakul La Hu Kufuwan Ahad.
(Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa. Allah tempat bergantung segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tiada pula diperanakkan. Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.)
Melakukan wirid Al-Ikhlas setelah shalat fardhu atau sebelum tidur memberikan ketenangan batin. Ini berfungsi sebagai benteng spiritual. Bayangkan setiap pengulangan adalah penegasan keamanan yang diberikan oleh Zat yang Maha Kuat. Dalam situasi genting atau ketika merasa lemah, wirid ini menarik energi tauhid ke dalam jiwa, menghilangkan rasa takut yang berlebihan, karena siapa yang dekat dengan Al-Ahad (Yang Maha Esa) tidak perlu takut pada apapun.
Bagaimana kita mengaplikasikan wirid Surah Al-Ikhlas ini agar tidak hanya sekadar gerakan lisan? Pertama, perlu adanya penghayatan terhadap dua ayat terakhir. "Lam Yalid Wa Lam Yuulad" (Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan) mengajarkan kerendahan hati dan pembebasan dari ilusi kekuasaan manusia. Kita menyadari bahwa tidak ada yang dapat meniru kesempurnaan-Nya, termasuk diri kita sendiri atau orang lain yang kita kagumi secara berlebihan.
Kedua, ayat terakhir, "Wa Lam Yakul La Hu Kufuwan Ahad" (Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia), adalah penawar kesombongan. Ketika kita merasa sukses atau berkuasa, pengulangan ini mengoreksi pandangan kita: semua kebesaran itu hanyalah titipan dari Yang Maha Agung.
Sebagai wirid pelindung, beberapa ulama menyarankan membaca surah ini tiga kali saat pagi dan tiga kali saat petang. Praktik ini adalah upaya aktif untuk 'mengunci' diri kita dalam perlindungan Ilahi sepanjang hari. Jika kita memohon perlindungan dari makhluk, perlindungan itu terbatas. Namun, jika kita berlindung dengan mengakui keesaan-Nya melalui wirid ini, perlindungan yang kita dapatkan adalah perlindungan Sang Pencipta alam semesta.
Kesimpulannya, wirid Surah Al-Ikhlas lebih dari sekadar hafalan. Ia adalah latihan mental dan spiritual untuk mempertahankan kemurnian akidah di tengah kompleksitas dunia. Dengan rutin membacanya, kita menyegarkan kembali janji kita kepada Allah SWT untuk menjadi hamba yang benar-benar memegang teguh prinsip keesaan-Nya, menjadikannya sumber kekuatan spiritual yang tak terbatas.