Ilustrasi visualisasi kisah Ashabul Fil.
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka'bah) sia-sia (bencana)?
Surah Al-Fil, yang berarti "Gajah", merupakan salah satu surah pendek dalam Juz 'Amma, yang menceritakan peristiwa dramatis sebelum kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, yaitu upaya penghancuran Ka'bah oleh pasukan besar dari Yaman yang dipimpin oleh Abrahah Al-Asyram. Ayat kedua ini berfungsi sebagai pertanyaan retoris yang menegaskan kekuasaan mutlak Allah subhanahu wa ta'ala.
Ayat kedua, "A lam yaj'al kaydahum fī taḍlīl", secara harfiah mengandung makna: "Tidakkah Dia telah menjadikan tipu daya mereka berada dalam kesesatan/kegagalan?" Kata "kaydahum" merujuk pada rencana jahat, strategi militer, dan konspirasi yang disusun oleh Abrahah. Tujuannya sangat jelas: memindahkan pusat ibadah bangsa Arab dari Ka'bah di Mekkah ke gereja megah yang baru dibangunnya di Yaman, sehingga perdagangan dan pengaruh politik Quraisy melemah.
Penekanan pada kata "fī taḍlīl" (dalam kesesatan/kegagalan) menunjukkan bahwa upaya mereka tidak hanya digagalkan, tetapi rencana itu sendiri telah terjerumus ke dalam kekeliruan fatal sejak awal, karena didasarkan pada kesombongan dan penolakan terhadap keesaan Allah. Allah tidak hanya menghentikan mereka; Allah membalikkan tujuan mereka menjadi kehancuran total bagi mereka sendiri. Mereka datang untuk menghancurkan, tetapi pada akhirnya mereka sendirilah yang dihancurkan dan dipermalukan.
Pertanyaan retoris ini, yang dimulai dengan partikel negasi "A lam", memiliki fungsi penegasan (tawbiikh) bagi orang-orang Quraisy saat itu, sekaligus menjadi peringatan bagi siapa pun yang berani merencanakan permusuhan terhadap syiar Allah. Ayat ini menegaskan bahwa rencana sekuat apa pun, jika bertentangan dengan kehendak ilahi, pasti akan berujung pada kegagalan total. Kehancuran pasukan gajah oleh burung-burung kecil (Ababil) yang disebutkan pada ayat-ayat berikutnya adalah manifestasi nyata dari "taḍlīl" (kegagalan) tersebut.
Kisah Ashabul Fil adalah pelajaran abadi tentang bagaimana kekuatan materi dan jumlah tentara yang besar tidak berarti apa-apa di hadapan pertolongan Allah. Abrahah membawa pasukan yang sangat besar, termasuk gajah yang dianggap sebagai senjata pemusnah massal pada masa itu. Namun, Allah memilih untuk mengirimkan makhluk terkecil, yaitu burung Ababil, yang membawa batu-batu panas untuk menghancurkan mereka hingga luluh lantak.
Pelajaran ini sangat relevan bagi umat Islam di setiap zaman. Ketika menghadapi tantangan besar atau musuh yang tampak superior dalam kekuatan fisik, materi, atau jumlah, ayat kedua Surah Al-Fil mengingatkan bahwa kunci keberhasilan terletak pada keyakinan bahwa Allah pasti akan membalikkan tipu daya musuh. Tipu daya mereka menjadi bumerang bagi diri mereka sendiri. Mereka merencanakan penaklukan, tetapi yang terjadi adalah pelarian yang memalukan dan kehancuran total.
Kisah ini menegaskan bahwa perlindungan Allah atas rumah-Nya (Ka'bah) adalah janji yang ditepati. Ketika kehormatan tempat ibadah diserang, Allah turun tangan secara langsung. Ayat ini, yang berfungsi sebagai jembatan narasi antara rencana serangan dan eksekusi hukuman ilahi, menekankan bahwa kegagalan musuh bukanlah kebetulan, melainkan hasil dari intervensi ilahi yang terencana sempurna. Semua rencana buruk terhadap kebenaran akan berujung pada kebingungan dan kehancuran yang mereka sendiri tanamkan.