Surah Al-Fil (Gajah) adalah salah satu surah pendek namun sarat makna dalam Al-Qur'an. Surah ini menceritakan peristiwa dramatis dan ajaib tentang bagaimana Allah melindungi Ka'bah dari kehancuran di tangan pasukan besar yang dipimpin oleh Abrahah, seorang gubernur Yaman yang berniat menghancurkan rumah suci umat Islam saat itu. Pemahaman mendalam terhadap ayat-ayat ini memberikan pelajaran tentang kekuasaan absolut Allah SWT.
Ayat terakhir dari surah ini berfungsi sebagai penutup dan kesimpulan dari kisah keajaiban tersebut. Berikut adalah lafal ayat kelima Surah Al-Fil, beserta terjemahannya:
(5) Kemudian Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dihancurkan (dimakan ulat).
Ayat kelima, "Tsumma ja'alahum ka'ashfim ma'kul," adalah klimaks dari keajaiban yang disaksikan oleh kaum Quraisy. Kata "ashfim ma'kul" memiliki beberapa interpretasi mendalam. Secara harfiah, ini berarti "seperti jerami atau daun yang telah dimakan (oleh ulat atau hewan ternak) dan menjadi hancur berkeping-keping."
Ini menggambarkan tingkat kehancuran yang total. Pasukan gajah yang begitu besar, yang dipersenjatai dengan niat jahat dan perlengkapan perang modern (pada zamannya), tidak hanya dikalahkan, tetapi diubah menjadi sesuatu yang tidak berharga, remuk, dan bahkan dimakan oleh makhluk yang lebih kecil. Ini menunjukkan bahwa kekuatan duniawi, betapapun besar dan mengancamnya, tidak sebanding dengan kekuatan ilahi.
Kehancuran total ini disampaikan hanya dengan satu kalimat singkat, menegaskan efisiensi dan kesempurnaan kuasa Allah. Allah tidak memerlukan pasukan besar untuk memusnahkan musuh-Nya. Ia hanya mengirimkan burung-burung kecil (Ababil) yang melemparkan batu-batu kecil dari tanah liat yang dibakar. Ketika batu-batu itu mengenai pasukan Abrahah, mereka hancur lebur, seolah-olah mereka sudah menjadi jerami bekas santapan ternak.
Ayat ini memberikan tiga pelajaran penting. Pertama, penegasan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat melawan kehendak Allah. Abrahah adalah penguasa yang kuat dari Yaman dan dibantu oleh pasukan yang menakutkan, namun semua itu runtuh seketika. Kedua, pentingnya menjaga kesucian rumah Allah (Ka'bah). Peristiwa ini menjadi penanda bahwa Allah akan selalu menjaga tempat ibadah-Nya.
Ketiga, penggunaan metafora "ashfim ma'kul" menekankan sifat sementara dari kekuasaan duniawi. Manusia mungkin merasa kuat dan tak terkalahkan, tetapi di hadapan Tuhan, mereka hanyalah seperti daun yang mudah dikunyah. Bahkan para ahli tafsir menjelaskan bahwa sisa-sisa pasukan tersebut menjadi santapan burung dan binatang liar, menunjukkan betapa hina dan tidak berartinya mereka setelah kehancuran total tersebut.
Merenungkan ayat ke-5 Surah Al-Fil adalah pengingat konstan bahwa kepastian Allah selalu terwujud. Bagi kaum Quraisy pada saat itu, ini adalah bukti nyata kenabian Muhammad SAW dan kebenaran ajaran tauhid yang dibawanya. Bagi umat Muslim saat ini, ini adalah fondasi keyakinan bahwa pertolongan Allah pasti datang bagi mereka yang berada di pihak kebenaran, seringkali melalui cara yang tidak terduga dan tidak dapat diprediksi oleh logika manusia biasa.