Surat Al-Kafirun (Al-Kafirun) adalah surat ke-109 dalam urutan mushaf Al-Qur'an dan merupakan salah satu surat pendek yang memiliki kedudukan istimewa dalam syariat Islam. Surat ini turun sebagai penegasan prinsip kebebasan beragama dan pemisahan total antara akidah Islam dengan kekufuran. Ayat pertama surat ini menjadi fondasi utama dalam memahami pesan inti dari keseluruhan surat tersebut.
Transliterasi: Qul yā ayyuhal-kāfirūn.
Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir!"
Pembukaan surat ini, yang dimulai dengan perintah langsung dari Allah kepada Rasulullah SAW, "Qul" (Katakanlah), menekankan bahwa pesan yang disampaikan bukanlah berasal dari hawa nafsu Nabi, melainkan wahyu yang tegas dan final. Target seruan ini adalah "Al-Kafirun"—orang-orang yang secara aktif menolak kebenaran tauhid. Dalam konteks sejarah turunnya ayat ini, beberapa riwayat menyebutkan bahwa surat ini turun sebagai respons terhadap tawaran kaum musyrikin Mekkah yang mengajak Nabi Muhammad SAW untuk berkompromi dalam ibadah; mereka menawarkan untuk menyembah Tuhan Nabi selama satu tahun, asalkan Nabi mau menyembah berhala mereka pada tahun berikutnya.
Oleh karena itu, ayat pembuka ini berfungsi sebagai deklarasi resmi. Ia memisahkan antara identitas Islam yang teguh dengan ajaran-ajaran yang menyimpang. Perintah untuk "mengatakan" menunjukkan bahwa pengakuan ini harus diucapkan secara verbal dan terbuka, bukan hanya diucapkan dalam hati. Ini adalah penegasan keberanian dalam mempertahankan prinsip keimanan.
Kata "Al-Kafirun" berasal dari akar kata kafara yang berarti menutupi atau mengingkari. Dalam konteks ini, ia merujuk pada mereka yang menutupi kebenaran yang jelas (tauhid) dan secara aktif mengingkari ajaran Allah. Meskipun ayat pertama secara spesifik ditujukan kepada kaum musyrikin Mekkah pada masa itu, maknanya tetap relevan bagi setiap individu atau kelompok sepanjang masa yang menolak prinsip dasar keesaan Allah.
Penting untuk dicatat bahwa surat ini tidak ditujukan kepada Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) secara umum, melainkan kepada mereka yang secara terang-terangan melakukan kekafiran (syirik). Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada jalan tengah antara ketaatan penuh kepada Allah (Islam) dan penolakan total (kekufuran). Kompromi dalam ranah akidah adalah ilusi yang tidak diizinkan oleh syariat.
Ayat pertama ini menetapkan panggung untuk lima ayat berikutnya yang menjadi inti penolakan:
Keindahan dan urgensi ayat pertama ini terletak pada ketegasannya. Ia membentengi konsep tauhid dari segala bentuk intervensi atau pencampuran. Dalam dunia yang seringkali menuntut kompromi atas keyakinan demi penerimaan sosial, Al-Kafirun—dimulai dari seruan tegas di ayat pertamanya—menjadi benteng spiritual yang mengingatkan bahwa ada batasan tegas yang tidak boleh dilanggar dalam hubungan antara hamba dengan Tuhannya.