Surat Al-Fil, yang berarti "Gajah," adalah surat ke-105 dalam urutan mushaf Al-Qur'an. Surat yang pendek namun sarat makna ini menceritakan sebuah peristiwa monumental dalam sejarah Islam, yaitu upaya penghancuran Ka'bah oleh pasukan besar yang dipimpin oleh Raja Abrahah dari Yaman. Peristiwa ini terjadi menjelang kelahiran Nabi Muhammad ﷺ, dan menjadi salah satu penanda keagungan dan perlindungan Allah SWT atas Baitullah (Rumah Allah).
Kisah ini adalah pengingat abadi bahwa kekuatan materi dan jumlah yang besar akan selalu takluk di hadapan kekuatan ilahi yang Maha Besar. Dalam surat ini, Allah SWT menunjukkan bagaimana Ia mampu menggagalkan rencana jahat yang tampaknya mustahil untuk dilawan oleh kekuatan manusia biasa.
Inti dari perlindungan ilahi ini termaktub jelas dalam ayat-ayatnya. Perhatian khusus kita tertuju pada ayat yang keempat, di mana Allah menjelaskan jenis hukuman yang diturunkan kepada pasukan penyerang tersebut.
Lafaz Arab "hijāratan min sijjīl" (حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ) memiliki makna yang mendalam. Para mufassir menjelaskan bahwa sijjīl merujuk pada batu yang sangat keras, sekeras atau lebih keras dari batu biasa.
Ada beberapa interpretasi mengenai sifat batu ini:
Apapun sifat pastinya, inti ayat ini adalah bahwa senjata penghancur itu adalah batu kecil—bukan pedang, bukan tombak, bukan juga bola api—melainkan batu yang dilemparkan oleh burung-burung kecil yang dikenal sebagai Ababil. Ini menegaskan bahwa skala kekuatan tidak menentukan hasil akhir; kehendak Allah-lah yang menentukan.
Ayat ke-4 ini menjadi puncak dari narasi kehancuran tentara bergajah. Ketika batu-batu kecil itu menghantam pasukan Abrahah, mereka tidak hanya terluka; mereka hancur lebur seolah-olah telah dimakan oleh binatang buas.
Pelajaran yang dapat kita ambil dari ayat ini sangat relevan hingga kini. Pertama, ia menunjukkan Qudrat (Kemahakuasaan) Allah dalam memelihara tempat-tempat suci-Nya. Ka'bah adalah kiblat umat Islam, dan Allah berjanji akan menjaganya dari segala bentuk penghinaan atau penghancuran.
Kedua, ini mengajarkan kita tentang bahaya kesombongan dan megalomania. Abrahah datang dengan pasukan besar, gajah-gajah perkasa, dan keyakinan tak terkalahkan. Namun, ketika dihadapkan pada intervensi ilahi sekecil apa pun, seluruh kekuatan itu menjadi sia-sia. Ayat ini adalah peringatan keras bagi siapa pun yang merasa lebih kuat dari kebenaran atau lebih besar dari Penciptanya.
Poin ketiga adalah bahwa pertolongan Allah sering datang dari sumber yang tidak terduga. Siapa sangka bahwa kehancuran tentara sehebat itu akan datang dari burung-burung kecil yang membawa batu dari neraka? Ini mendorong umat beriman untuk selalu berharap dan mencari pertolongan hanya kepada Allah, sebab Ia mampu mengubah yang mustahil menjadi nyata.
Dengan merenungkan ayat ke-4 ini bersama tiga ayat sebelumnya dan ayat penutup (ayat 5), kita diingatkan bahwa rencana Allah selalu sempurna dan kemenangan sejati hanya milik mereka yang tunduk dan bertakwa kepada-Nya.