Surah Al-Ikhlas, yang merupakan surah ke-112 dalam urutan mushaf Al-Qur'an, dikenal sebagai intisari atau kemurnian tauhid (keesaan Allah SWT). Karena keagungannya, surah ini sering disebut sebagai 'seper tiga Al-Qur'an' berdasarkan sebuah hadis sahih. Membaca dan memahami maknanya adalah cara terbaik untuk memperkuat keyakinan dasar seorang Muslim.
Dalam konteks keilmuan Islam di Nusantara, khususnya di Malaysia, Brunei, dan beberapa komunitas di Indonesia, penggunaan huruf Jawi (aksara Arab yang disesuaikan untuk bahasa Melayu) sangat penting dalam pembelajaran agama. Berikut adalah teks Surah Al-Ikhlas lengkap dalam format Jawi beserta terjemahan ayat per ayatnya.
بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ﴿١﴾ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿٢﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٣﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٤﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٥﴾
| Ayat | Teks Arab | Terjemahan Jawi (Bahasa Melayu) |
|---|---|---|
| 1 | بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ | Dengan nama Allah, Yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. |
| 2 | ٱللَّهُ أَحَدٌ | Katakanlah: "Dialah Allah, Yang Maha Esa." |
| 3 | ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ | "Allah, Yang menjadi tumpuan sekalian makhluk (tempat bergantung segala sesuatu)." |
| 4 | لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ | "(Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan." |
| 5 | وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌ | "Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia." |
Surah Al-Ikhlas (Al-Khlash) adalah penjelas tegas mengenai hakikat Allah SWT. Ayat pertama adalah Basmalah yang menjadi pembuka setiap amalan baik.
Ayat kedua, "Allah Maha Esa (Ahad)", adalah penolakan mutlak terhadap politeisme (syirik). Ke-Esaan Allah adalah tunggal, tidak terbagi, dan tidak dapat dipisahkan. Dalam konteks Jawi, kata "Ahad" ditekankan sebagai satu-satunya entitas yang mutlak.
Ayat ketiga, "Allahus-Shamad", seringkali diterjemahkan sebagai Yang Maha Diperlukan atau Tempat Bergantung. Ini bermakna bahwa semua makhluk di alam semesta membutuhkan Allah untuk segala kebutuhannya, tetapi Allah sendiri tidak membutuhkan apapun dari siapapun. Konsep ini meniadakan segala bentuk ketergantungan makhluk kepada sesamanya.
Dua ayat berikutnya, ayat keempat, sangat vital dalam akidah. "Tidak beranak dan tidak diperanakkan". Penolakan ini secara spesifik membantah keyakinan yang menyematkan keturunan kepada Allah (seperti yang dipercayai oleh sebagian kelompok terdahulu) dan meniadakan bahwa Allah adalah hasil dari kelahiran makhluk lain. Keberadaan Allah adalah azali (tanpa awal) dan abadi (tanpa akhir).
Terakhir, ayat kelima, "Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia". Ini adalah puncak penegasan tauhid. Tidak ada entitas, kekuatan, atau sifat yang dapat menandingi kesempurnaan Allah SWT. Tidak ada yang sebanding, serupa, atau setara dalam segala aspek keagungan-Nya. Memahami makna ini melalui tulisan Jawi membantu melestarikan pemahaman teologis yang murni dalam tradisi Melayu Islam.
Oleh karena itu, surah yang pendek ini memuat pondasi keimanan yang sangat kokoh, menjadikannya bacaan yang sangat dianjurkan dalam salat sunah maupun fardu, serta sebagai wirid harian.