Memahami Ketuhanan: Al-Ikhlas Ayat 3

Fokus Utama: Terjemah Surat Al Ikhlas Ayat ke-3

Surah Al-Ikhlas adalah salah satu surah terpendek dalam Al-Qur'an namun memiliki kedalaman makna yang luar biasa. Surah ini merupakan penegasan (tauhid) murni mengenai hakikat Allah SWT, yang menegaskan bahwa Allah itu Esa dan tidak membutuhkan apapun.

Ayat ketiga dari surah ini, menjadi inti penolakan terhadap segala bentuk persekutuan atau penyamaan dengan ciptaan-Nya. Mari kita bedah ayat ini secara spesifik:

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Lam yalid wa lam yūlad

(2) Allah tidak beranak dan tiada (pula) diperanakkan.

Penjelasan Mendalam Ayat Ketiga

Frasa "Lam yalid" (Allah tidak beranak) secara tegas menolak anggapan bahwa Allah memiliki keturunan, baik anak laki-laki maupun anak perempuan. Dalam konteks historis turunnya surah ini, penolakan ini ditujukan kepada tuduhan kaum musyrik yang menganggap bahwa malaikat adalah anak-anak perempuan Allah, atau klaim dari sebagian umat agama lain mengenai anak-Nya.

Konsep 'beranak' (melahirkan) selalu menyiratkan adanya keterbatasan dan kebutuhan. Sesuatu yang melahirkan pasti membutuhkan waktu, proses, dan menghasilkan entitas baru yang terpisah darinya. Dengan menafikan ini, Al-Qur'an menegaskan kesempurnaan Allah yang tidak terikat oleh batasan fisik atau temporal.

Sementara itu, frasa "wa lam yūlad" (dan tiada (pula) diperanakkan) melengkapi penegasan tauhid tersebut. Ini berarti Allah bukanlah hasil dari proses penciptaan, bukan pula turunan dari entitas yang lebih dulu ada. Allah adalah Al-Awwal (Yang Pertama) tanpa permulaan, dan tidak ada yang melahirkan-Nya.

Jika Allah diperanakkan, maka Ia akan memiliki sebab keberadaan, dan sebab tersebut harus lebih dulu ada dan lebih sempurna dari-Nya—sebuah kontradiksi besar terhadap sifat keesaan dan keabadian Allah.

Simbolisasi Keunikan dan Keabadian

Visualisasi konsep ketidakberanak dan tidak diperanakkan TIDAK ADA ASAL TIDAK ADA KETURUNAN ESAS

Ilustrasi sederhana tentang keunikan dan ketiadaan sebab-akibat dalam eksistensi Ilahi.

Pentingnya Memahami Tauhid dalam Ayat Ini

Keempat ayat Surah Al-Ikhlas secara kolektif menjadi landasan utama akidah Islam. Ayat ketiga, khususnya, merupakan benteng pertahanan terhadap dua kesalahan pemahaman yang sering terjadi pada umat-umat terdahulu:

  1. Syubhat (Kesalahan Konsepsi): Pemikiran bahwa Tuhan memerlukan 'sesuatu' untuk melanjutkan eksistensi-Nya, seperti membutuhkan anak atau membutuhkan 'bapak' (pencipta).
  2. Tasybih (Penyerupaan): Menggambarkan Allah dengan sifat makhluk-Nya, seperti ketergantungan pada keturunan atau memiliki asal-usul yang terbatas.

Dengan menyatakan bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan, kita menegaskan kemandirian (Ash-Shamad) Allah yang sempurna. Ia adalah tujuan akhir dari segala permohonan karena Ia tidak memerlukan apapun, sekaligus Ia adalah Sumber dari segala sesuatu karena Ia tidak diciptakan oleh siapapun.

Pemahaman mendalam terhadap terjemah surat Al Ikhlas ayat ke 3 ini memastikan bahwa ibadah kita terarah kepada Zat yang benar-benar layak disembah: Yang Maha Esa, Maha Sempurna, dan Mandiri dalam segala aspek eksistensi-Nya. Ini adalah esensi dari pengakuan Laa Ilaaha Illallah—tidak ada Tuhan selain Allah yang memiliki sifat kesempurnaan mutlak seperti yang dijelaskan dalam surah ini.

Mengutip Imam Al-Qurtubi, penegasan ayat ini membersihkan keyakinan dari segala bentuk penyimpangan yang menyeret kepada kekafiran atau kesyirikan. Ia adalah pemurnian tauhid yang ringkas namun komprehensif, menjadikannya salah satu surah yang paling utama untuk direnungkan dalam kehidupan seorang Muslim.

🏠 Homepage