Surah Al-Qadr (Surah ke-97 dalam Al-Qur'an) adalah salah satu surat pendek namun sarat makna yang membahas peristiwa paling monumental dalam sejarah Islam: turunnya Al-Qur'an. Keistimewaan surat ini terletak pada penekanan akan kemuliaan satu malam spesifik di bulan Ramadan, yaitu **Lailatul Qadr**.
Memahami tafsir Surah Al-Qadr adalah memahami nilai sebenarnya dari ketakwaan, kesungguhan ibadah, dan janji pahala yang tak terhingga dari Allah SWT.
1. Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada Lailatul Qadr.
2. Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu?
3. Lailatul Qadr itu lebih baik daripada seribu bulan.
4. Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Roh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk membawa segala urusan.
5. Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.
Allah memulai dengan penegasan yang kuat: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada Lailatul Qadr." Kata "Kami" (Na) menunjukkan keagungan Allah sebagai pelaku, dan kata "menurunkannya" merujuk pada permulaan diturunkannya Al-Qur'an secara total dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia pada malam tersebut. Ini menandai titik balik peradaban manusia, di mana petunjuk ilahi resmi hadir di bumi.
Allah bertanya, "Dan tahukah kamu apakah Lailatul Qadr itu?" Pertanyaan retoris ini berfungsi untuk menarik perhatian penuh Rasulullah SAW dan umatnya. Dengan menggugah rasa ingin tahu, Allah mempersiapkan pendengar untuk menerima keistimewaan malam tersebut, menyiratkan bahwa kemuliaannya melebihi imajinasi manusia biasa.
Inilah puncak keistimewaan yang disebutkan: "Lailatul Qadr itu lebih baik daripada seribu bulan." Seribu bulan setara dengan kurang lebih 83 tahun. Jika seseorang beribadah pada malam tersebut dengan ikhlas, ia mendapatkan pahala yang melampaui usia panjang tanpa amalan berarti. Ini adalah karunia rahmat Allah yang tak ternilai bagi umat Nabi Muhammad SAW, menunjukkan bahwa kualitas amal jauh melebihi kuantitas waktu.
Ayat ini menjelaskan aktivitas utama pada malam Qadr: "Pada malam itu turunlah malaikat-malaikat dan Roh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk membawa segala urusan." Malaikat turun dalam jumlah yang sangat banyak, memenuhi bumi. Roh di sini ditafsirkan sebagai Malaikat Jibril AS, pemimpin para malaikat. Mereka membawa "segala urusan" (taqdir) tahunan yang telah ditetapkan Allah untuk dijalankan di bumi selama setahun ke depan, di bawah supervisi malaikat.
Ayat penutup ini memberikan jaminan ketenangan: "Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar." Keselamatan di sini bermakna dua hal: Pertama, tidak ada keburukan atau bala yang turun pada malam itu. Kedua, para malaikat yang turun membawa rahmat, ampunan, dan keberkahan, menjadikan malam tersebut dipenuhi kedamaian spiritual bagi orang-orang yang menghidupkannya dalam ibadah.
Karena Lailatul Qadr jatuh pada salah satu malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadan (kemungkinan besar pada malam ke-21, 23, 25, 27, atau 29), umat Islam didorong untuk meningkatkan amal ibadah mereka secara drastis pada periode tersebut.
Tujuan utama menghidupkan Lailatul Qadr adalah mencari pengampunan dosa dan meraih pahala yang dilipatgandakan. Ibadah yang dianjurkan meliputi:
Lailatul Qadr adalah kesempatan emas yang diberikan Allah untuk meraih keberuntungan abadi dalam waktu yang sangat singkat. Keberkahan malam ini membuktikan bahwa dalam Islam, kualitas amal dan kedekatan hati kepada Sang Pencipta adalah penentu utama nilai seorang hamba, bukan semata-mata lamanya waktu yang dihabiskan.