Representasi simbolis dari makna dan kedalaman Suroh Annisa.
Suroh Annisa, yang berarti "Wanita", adalah salah satu surat terpanjang dalam Al-Qur'an, menempati urutan keempat. Nama ini dipilih karena perhatian mendalam yang diberikan surat ini terhadap isu-isu yang berkaitan dengan hak dan kedudukan wanita dalam masyarakat, keluarga, serta dalam kerangka hukum Islam. Namun, cakupan pembahasan Suroh Annisa jauh melampaui tema tunggal tersebut; surat ini adalah kompendium hukum, etika sosial, sanksi pidana, dan ajaran fundamental mengenai keesaan Allah SWT.
Penurunan ayat-ayat dalam Suroh Annisa tersebar di berbagai peristiwa historis, sebagian besar pada periode Madinah, di mana komunitas Muslim mulai membangun struktur sosial dan legal mereka secara lebih terorganisir. Oleh karena itu, ayat-ayatnya membawa nuansa legislatif yang kuat, bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil, melindungi yang lemah, dan menegakkan kebenaran dalam berbagai interaksi manusia, baik domestik maupun publik.
Salah satu inti ajaran yang paling menonjol dalam Suroh Annisa adalah penekanan keras terhadap perlakuan yang adil dan perlindungan bagi perempuan dan anak yatim. Pada masa turunnya ayat-ayat ini, seringkali hak waris perempuan dan janda diabaikan atau diambil secara sepihak oleh kerabat laki-laki yang lebih kuat. Annisa secara eksplisit mengoreksi ketidakadilan ini, menetapkan bahwa perempuan berhak mendapatkan bagian warisan mereka dan bahwa harta milik anak yatim harus dikelola dengan amanah dan dikembalikan penuh saat mereka dewasa.
Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa keadilan (Al-'Adl) adalah pondasi utama, bahkan ketika berhadapan dengan kerabat sendiri. Terdapat peringatan keras bagi mereka yang melanggar amanah ini, menekankan bahwa tindakan melanggar hak orang lain, terutama yang rentan, adalah dosa besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Ini bukan sekadar aturan prosedural, melainkan sebuah cetak biru moral tentang empati dan tanggung jawab sosial dalam komunitas.
Suroh Annisa juga menjadi sumber utama regulasi pernikahan dalam Islam. Ayat-ayatnya membahas batasan poligami, menekankan syarat keadilan mutlak jika seorang pria memilih untuk memiliki lebih dari satu istri—suatu syarat yang banyak ulama tafsir anggap hampir mustahil dipenuhi secara sempurna dalam konteks emosional. Ayat ini berfungsi sebagai mekanisme pengontrol untuk membatasi praktik yang berlebihan dan memastikan keharmonisan rumah tangga.
Selain itu, surat ini juga membahas masalah perceraian (talak) dan bagaimana hak-hak finansial mantan istri harus dipenuhi. Tujuan utama dari semua regulasi ini adalah untuk menjaga stabilitas keluarga, memberikan perlindungan finansial pasca-perpisahan, dan meminimalkan kerugian emosional yang dialami oleh semua pihak, terutama anak-anak. Keindahan hukum dalam Annisa terletak pada keseimbangan antara hak individu dan tanggung jawab kolektif.
Di samping isu-isu sosial domestik, Suroh Annisa juga memuat ayat-ayat yang berkaitan dengan tata kelola negara dan penegakan hukum. Terdapat perintah tegas untuk taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan para pemimpin yang berwenang (Uli al-Amr) di antara kaum Muslimin. Namun, ketaatan ini memiliki batasan yang jelas: tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada Pencipta.
Surat ini juga membahas sanksi hukum terhadap berbagai pelanggaran, seperti pencurian, fitnah, dan pengkhianatan. Ketegasan ini bertujuan untuk mendisinfeksi masyarakat dari kejahatan dan menciptakan lingkungan yang aman. Melalui penetapan hukuman yang spesifik, Annisa menunjukkan komitmen Islam terhadap keadilan prosedural dan hukuman yang proporsional sebagai cara mencegah kembalinya tirani atau kezaliman yang pernah ada sebelumnya.
Pada bagian akhir, Suroh Annisa menegaskan pentingnya persatuan di antara umat Islam, meskipun mereka memiliki latar belakang yang berbeda. Surat ini mengajak orang-orang beriman untuk menyelesaikan perselisihan melalui mekanisme yang benar—yaitu, merujuk kepada Al-Qur'an dan Sunnah, bukan melalui intervensi pihak luar yang mungkin memiliki agenda tersembunyi.
Annisa menutup dengan mengingatkan manusia akan tanggung jawab spiritual mereka yang paling mendasar: memohon ampunan Allah dan menjalankan setiap amal perbuatan dengan keikhlasan dan kesadaran penuh bahwa setiap tindakan akan diperhitungkan. Surat ini, secara keseluruhan, adalah panduan komprehensif yang menggabungkan etika, hukum, dan spiritualitas untuk membentuk individu yang bertanggung jawab dan masyarakat yang adil.