Dalam khazanah keilmuan Islam, Surat Al-Kahfi memegang posisi yang sangat istimewa, terutama bagi umat Muslim yang membacanya pada hari Jumat. Namun, pembahasan seringkali hanya berfokus pada surat tersebut, sementara surat-surat yang mendahuluinya juga memiliki kedudukan dan hikmah tersendiri dalam struktur Al-Qur'an. Memahami konteks surat-surat sebelum Al-Kahfi, yaitu Surat Al-Maryam dan Surat Thaha, dapat memperkaya pemahaman kita mengenai narasi besar yang dibangun oleh wahyu Ilahi.
Ilustrasi narasi keberlanjutan kisah dalam Al-Qur'an.
Konteks Surat Al-Maryam (Surat ke-19)
Surat Al-Kahfi (Surat ke-18) secara kronologis dan tematik sering dikaitkan dengan surat sebelumnya, yaitu Surat Al-Maryam. Surat Al-Maryam banyak membahas kisah-kisah para nabi, terutama kisah Nabi Zakariya AS dan kelahiran Nabi Yahya AS, serta kisah Maryam binti Imran dan kelahiran Nabi Isa AS. Kisah-kisah ini menekankan pada keajaiban penciptaan, keteguhan iman dalam menghadapi kesulitan, dan janji Allah yang tidak pernah ingkar.
Kisah Nabi Zakariya yang memohon keturunan di usia senja, dan Maryam yang melahirkan tanpa suami, memberikan landasan teologis penting. Ketika kita beralih ke Surat Al-Kahfi, kita dipertemukan dengan empat kisah utama yang semuanya berkisar pada ujian keimanan (pemuda Ashabul Kahfi), ujian kekuasaan dan kekayaan (pemilik dua kebun), ujian ilmu (Musa dan Khidr), serta ujian ketuhanan (Dzulqarnain).
Keterkaitan ini menunjukkan pola: surat sebelum Al-Kahfi membangun fondasi tentang bagaimana Allah menguji hamba-Nya dan memberikan karunia di luar nalar manusiawi. Ini mempersiapkan pembaca untuk menerima tema inti Al-Kahfi, yaitu empat cobaan terbesar yang dihadapi manusia: agama, harta, ilmu, dan kekuasaan.
Transisi Menuju Surat Thaha (Surat ke-20)
Surat yang mengikuti Al-Kahfi adalah Surat Thaha. Walaupun tidak secara langsung 'sebelum' Al-Kahfi, pemahaman urutan surat Makkiyah/Madaniyah dan penataan mushaf memberikan perspektif utuh. Surat Thaha melanjutkan tema-tema peringatan dan kisah kenabian dengan fokus yang sangat kuat pada kisah Nabi Musa AS. Surat ini dibuka dengan huruf muqatta’ah 'Tha Ha', yang maknanya hanya diketahui oleh Allah, namun seringkali diyakini mengandung makna penting.
Kisah Musa yang menghadapi Firaun, penolakan terhadap kesombongan kekuasaan, dan proses bimbingan langsung dari Allah kepada Musa, melengkapi narasi ujian yang ada di Al-Kahfi. Jika Al-Kahfi memberikan pelajaran melalui narasi para salafus shalih (orang terdahulu yang saleh), maka Thaha memberikan contoh konkret bagaimana seorang nabi besar menerapkan tauhid di tengah pusat kemaksiatan dan kezaliman.
Hikmah Memahami Urutan
Membaca surat sebelum Al-Kahfi (Maryam) dan setelahnya (Thaha) membantu kita melihat Al-Qur'an bukan sekadar kumpulan bab, melainkan sebuah kesatuan narasi yang saling berkaitan. Surat-surat ini secara kolektif membahas isu-isu fundamental:
- Keajaiban Ilahi (Maryam): Menguatkan iman bahwa Allah mampu melakukan hal yang mustahil.
- Ujian Keimanan (Al-Kahfi): Mempersiapkan Muslim menghadapi ujian duniawi berupa fitnah harta, takhta, ilmu, dan hawa nafsu.
- Perjuangan Tauhid (Thaha): Memberikan contoh nyata perjuangan melawan kesesatan sistemik melalui kisah Musa.
Oleh karena itu, ketika kita mempersiapkan diri membaca Al-Kahfi pada hari Jumat untuk mencari perlindungan dari fitnah Dajjal, kita sebenarnya sedang berada dalam lingkungan spiritual yang sudah dipersiapkan oleh surat-surat pendahulu dan pengikutnya. Surat Al-Maryam telah mengingatkan kita akan rahmat Allah yang tak terbatas, sementara Surat Thaha menancapkan kembali pentingnya teguh memegang risalah tauhid di bawah ancaman kekuasaan yang zalim.
Pemahaman yang komprehensif terhadap urutan ini memperkaya kualitas ibadah kita. Kita tidak hanya fokus pada satu titik (Al-Kahfi) tetapi meresapi keseluruhan konteks bagaimana Al-Qur'an mempersiapkan seorang mukmin menghadapi empat pilar ujian terbesar dalam hidupnya: godaan materi, godaan syahwat, godaan ilmu yang menyimpang, dan godaan kekuasaan.
Dengan demikian, surat sebelum Al-Kahfi berfungsi sebagai jembatan keimanan, mempertegas bahwa keajaiban dan rahmat Allah adalah nyata, yang kemudian menjadi bekal bagi pembaca Al-Kahfi untuk menghadapi badai fitnah duniawi dengan hati yang teguh dan berpegang teguh pada petunjuk Ilahi.