Surat Al-Lahab, yang memiliki arti "Api Membakar," adalah salah satu surat terpendek dalam Al-Qur'an, terdiri dari lima ayat. Surat ini memiliki posisi yang sangat spesifik dalam sejarah Islam karena secara eksplisit menyebutkan nama salah satu musuh utama Nabi Muhammad SAW, yaitu Abu Lahab, paman beliau sendiri. Surat ini diturunkan di Mekkah dan merupakan peringatan keras serta kutukan langsung dari Allah SWT terhadap Abu Lahab dan istrinya atas permusuhan mereka terhadap dakwah tauhid.
Penurunan surat ini terjadi ketika Nabi Muhammad SAW mulai berdakwah secara terbuka. Abu Lahab adalah orang pertama yang menentang beliau dengan keras. Karena ancaman dan cercaan yang dilakukan oleh Abu Lahab sangat nyata dan menyakitkan, Allah menurunkan wahyu sebagai pembelaan dan hukuman abadi bagi tindakan jahatnya.
Berikut adalah teks asli Surat Al-Lahab (Al-Masad) beserta terjemahan per ayatnya, yang menjadi fokus utama dalam memahami konteks hukuman ilahi:
1. Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan dia pun pasti binasa.
2. Tidaklah berguna baginya hartanya dan apa yang telah ia usahakan.
3. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak (Neraka Jahannam).
4. Dan (begitu pula) istrinya, pembawa kayu bakar (penyebar fitnah).
5. Yang lehernya dililit dengan tali dari sabut (api).
Ayat pertama, "Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan dia pun pasti binasa," adalah sebuah doa laknat yang diwahyukan. Kata "Tabbat" berarti kehancuran total, kegagalan, dan kerugian. Ini bukan sekadar ancaman, melainkan penegasan bahwa segala upaya permusuhan Abu Lahab terhadap Islam akan berakhir dengan kegagalan total, baik di dunia maupun di akhirat.
Abu Lahab adalah seorang yang sangat kaya dan berpengaruh di kaum Quraisy. Ayat kedua menegaskan bahwa kekayaan dan status sosialnya sama sekali tidak berguna di hadapan ketetapan Allah. Harta yang ia kumpulkan tidak akan mampu menyelamatkannya dari konsekuensi penolakannya terhadap kebenaran. Ini mengajarkan umat Muslim bahwa materi adalah kefanaan dan tidak bernilai tanpa keimanan.
Ayat 3 menjelaskan tempat peristirahatan akhirnya: api yang menyala-nyala (Lahab). Ayat 4 secara spesifik menyeret istrinya, Ummu Jamil. Istrinya dikenal karena aktif ikut menyebarkan fitnah dan kebencian terhadap Nabi, seringkali membawa duri dan kotoran untuk disebar di jalan Nabi. Oleh karena itu, ia mendapat julukan "hammalatul hatab" (pembawa kayu bakar), yang secara harfiah berarti ia akan menjadi bahan bakar neraka, atau secara kiasan, ia rajin menyebarkan kayu bakar permusuhan.
Penderitaan istri Abu Lahab dikonfirmasi dengan gambaran mengerikan di ayat terakhir: "Di lehernya ada tali dari sabut." Tali sabut (masad) melambangkan kehinaan, siksaan, dan belenggu abadi yang mengikatnya di neraka. Gambaran ini merupakan balasan setimpal atas usaha mereka untuk mengikat kebenaran dengan kebohongan dan duri.
Surat Al-Lahab memberikan beberapa pelajaran universal yang relevan bagi setiap generasi Muslim. Pertama, ia menunjukkan konsekuensi mengerikan dari permusuhan terhadap agama Allah, bahkan jika permusuhan itu datang dari kerabat terdekat. Kedua, surat ini menekankan bahwa kedudukan sosial atau kekayaan materi tidak memberikan perlindungan dari pertanggungjawaban akhirat.
Selain itu, kisah Abu Lahab dan istrinya berfungsi sebagai peringatan historis mengenai bahaya lisan yang kotor dan penyebaran fitnah. Ketika seseorang secara sadar dan aktif menentang kebenaran yang jelas, hukuman yang dijanjikan Allah bersifat pasti dan kekal. Meskipun surat ini spesifik mengenai satu individu, maknanya meluas kepada semua penentang dakwah Islam yang gigih hingga akhir hayat mereka tanpa bertaubat.
Membaca dan merenungkan Surat Al-Lahab mengingatkan kita untuk selalu menjaga lisan, memegang teguh kebenaran, dan tidak pernah menyekutukan Allah, karena penolakan keras terhadap risalah tauhid akan berakhir dengan kehancuran yang dijanjikan.