Ilustrasi Cahaya Malam Kemuliaan
Surat Al-Qadr, atau yang lebih dikenal melalui ayat pembukanya, "Inna Anzalnahu Fi Lailatil Qodri", adalah salah satu surat terpendek namun memiliki bobot spiritual yang luar biasa dalam ajaran Islam. Surat ini menjelaskan tentang Malam Qadar (Lailatul Qadar), malam yang lebih baik daripada seribu bulan, malam turunnya Al-Qur'an. Memahami makna di balik ayat-ayat ini bukan sekadar latihan hafalan, melainkan upaya mendalami rahmat dan kemuliaan yang Allah SWT anugerahkan kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada Malam Qadar.
Frasa "Inna Anzalnahu" (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya) adalah penegasan mutlak dari Allah SWT. Kata ganti 'Kami' (Nahnu) dalam konteks Ilahi seringkali menunjukkan keagungan dan kekuasaan. Yang "diturunkan" adalah Al-Qur'an, kitab suci terakhir yang menjadi pedoman hidup umat manusia. Penurunan ini bukanlah proses bertahap yang berlangsung selama bertahun-tahun, melainkan merujuk pada permulaan penurunan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW, yang terjadi pada malam spesifik tersebut di bulan Ramadan.
Pemilihan waktu penurunan Al-Qur'an pada Lailatul Qadar menggarisbawahi betapa pentingnya kitab suci ini. Malam itu menjadi titik balik sejarah peradaban manusia, menjadi mercusuar cahaya setelah kegelapan jahiliyah. Setiap muslim diajak untuk menghormati dan merenungkan anugerah Al-Qur'an ini, karena tanpanya, umat manusia akan tersesat.
Ayat kedua surat ini langsung memicu rasa penasaran dan kerinduan dalam hati setiap mukmin: "Wa ma adraka ma Lailatul Qodr?" (Tahukah kamu apakah Malam Qadar itu?). Pertanyaan retoris ini berfungsi untuk menarik perhatian pembaca, menandakan bahwa peristiwa yang akan dijelaskan adalah sesuatu yang melampaui pemahaman biasa manusia.
Kemudian, Allah menjawab dengan pernyataan yang mengguncang: "Lailatul Qodri khairum min ‘alf syahr." (Malam Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan). Perbandingan ini sangat ekstrem. Seribu bulan setara dengan kurang lebih 83 tahun. Jika seseorang beribadah dengan khusyuk di Malam Qadar, pahalanya melampaui ibadah yang dilakukan selama rentang waktu yang sangat panjang tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas ibadah dan keberkahan pada malam itu jauh melampaui kuantitas waktu biasa.
Makna kemuliaan malam ini semakin diperjelas dalam ayat-ayat berikutnya. "Tanazzalul malaa’ikatu war ruuhu fiihaa bi’idzni rabbihim min kulli amr." (Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Ar-Ruh (Jibril) dengan izin Tuhan mereka membawa segala urusan).
Turunnya malaikat, yang dipimpin oleh Ruhul Amin (Jibril), bersamaan dengan turunnya ketetapan (takdir) untuk tahun yang akan datang. Malam Qadar adalah momen di mana Allah mentakdirkan berbagai keputusan ilahi—rezeki, ajal, dan urusan penting lainnya—yang akan dilaksanakan oleh para malaikat sepanjang tahun tersebut. Kehadiran malaikat dalam jumlah yang tak terhitung memenuhi bumi menunjukkan betapa agungnya malam tersebut, sehingga bumi dipenuhi oleh rahmat dan ketenangan yang hanya bisa dirasakan oleh hati yang bersedia menerima.
Ayat penutup memberikan janji yang menenangkan bagi mereka yang menghidupkan malam tersebut dengan amal shaleh: "Salaamun hiya hattaa mathla'il fajr." (Malam itu penuh kesejahteraan (keselamatan) hingga terbit fajar).
Kata "Salam" (kedamaian/keselamatan) menegaskan bahwa malam tersebut diselimuti oleh ketenteraman, bebas dari gangguan setan, dan dipenuhi dengan limpahan rahmat Allah. Tidak ada bahaya, melainkan hanya keselamatan spiritual yang abadi bagi mereka yang menyambutnya dengan taubat, doa, dan amal shaleh.
Oleh karena itu, surat "Inna Anzalnahu Fi Lailatil Qodri" berfungsi sebagai pengingat abadi akan pentingnya Al-Qur'an dan potensi spiritual luar biasa yang terkandung dalam sepertiga akhir Ramadan. Mencari dan menghidupkan Malam Qadar menjadi tujuan utama karena di dalamnya terdapat kesempatan emas untuk meraih ampunan dan pahala yang nilainya tak terhingga.