Mengkaji Keagungan Dua Surat Pendek: Asy-Syams dan Al-Lail

Al-Qur'an adalah kumpulan cahaya petunjuk bagi umat manusia. Di antara surat-surat yang memiliki kedalaman makna luar biasa adalah Surat Asy-Syams (Matahari) dan Surat Al-Lail (Malam). Kedua surat ini, meskipun tergolong pendek, memuat sumpah-sumpah agung yang menegaskan kekuasaan mutlak Allah SWT atas alam semesta, serta memberikan pelajaran fundamental tentang tanggung jawab moral manusia.

Ilustrasi Simbol Matahari dan Bulan Gambar SVG sederhana yang menampilkan matahari bersinar di satu sisi dan bulan sabit di sisi lainnya, melambangkan siang dan malam.

Surat Asy-Syams (Matahari)

Surat ke-91 dalam Al-Qur'an ini dibuka dengan serangkaian sumpah yang spektakuler, yaitu "Demi matahari dan cahayanya di pagi hari" (Q.S. Asy-Syams: 1). Sumpah ini bukan sekadar retorika, melainkan penegasan bahwa segala fenomena alam yang tunduk pada hukum Allah adalah saksi kebesaran-Nya. Setelah bersumpah atas siang, Allah bersumpah atas bulan yang mengikutinya, siang dan malam yang silih berganti.

Inspirasi dari Penciptaan

Fokus utama surat ini kemudian beralih kepada manusia. Allah bersumpah pula atas bumi dan Dzat yang menghamparkannya, serta jiwa dan penyempurnaannya. Ayat-ayat selanjutnya membahas konsep fujur (kejahatan/kemaksiatan) dan taqwa (kesucian/ketakwaan). Allah menegaskan bahwa sukses sejati atau kebahagiaan abadi diraih oleh mereka yang menyucikan jiwanya (qad aflaha man zakaha).

"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan kerugianlah bagi orang yang mengotorinya." (Q.S. Asy-Syams: 9-10)

Kisah kaum Tsamud yang mendustakan mukjizat Nabi Saleh AS menjadi contoh nyata bagaimana kekufuran dan pengingkaran terhadap panggilan kebenaran akan berujung pada kehancuran kolektif, meskipun mereka memiliki kekayaan dan kekuatan. Pesan utama Asy-Syams adalah bahwa potensi suci dalam diri manusia harus dipupuk dan dijaga dari godaan keduniaan.

Surat Al-Lail (Malam)

Bersebelahan dengan Asy-Syams, Surat Al-Lail (Malam), surat ke-92, juga dimulai dengan sumpah yang kontras: "Demi malam apabila ia menyelimuti" (Q.S. Al-Lail: 1). Jika Asy-Syams menyoroti cahaya dan kegiatan siang hari, Al-Lail menyoroti ketenangan dan kegelapan malam yang menjadi penutup bagi segala aktivitas. Sumpah dilanjutkan dengan siang yang terang benderang, penciptaan laki-laki dan perempuan, serta tujuan penciptaan yang berbeda-beda.

Tanggung Jawab Infak dan Hakikat Kekayaan

Inti dari Surat Al-Lail adalah pembahasan mengenai dua tipe manusia dalam merespons kekayaan dan kesulitan hidup, khususnya dalam konteks bersedekah (infak). Allah menjelaskan bahwa manusia yang berhak mendapat pertolongan dan kebahagiaan adalah ia yang "memberikan hartanya untuk mensucikan diri" (ayat 18).

Ayat-ayat ini mengajarkan bahwa harta benda hanyalah titipan. Orang yang kikir dan merasa cukup dengan dirinya sendiri, serta mendustakan balasan akhirat, akan menghadapi kesulitan. Sebaliknya, orang yang mendermakan hartanya demi membersihkan jiwanya dari sifat tamak, serta mengakui kebenaran Hari Pembalasan, akan Allah mudahkan jalannya menuju kebahagiaan.

"Adapun orang yang memberikan hartanya untuk mensucikan dirinya, dan tiadalah seorang pun mempunyai nikmat yang harus dibalasi yang padanya, kecuali (dia memberikan itu) karena mencari keridaan Tuhannya Yang Maha Tinggi. Niscaya kelak dia akan menjadi seorang yang diridai." (Q.S. Al-Lail: 18-21)

Korelasi dan Pelajaran Kolektif

Apabila kedua surat ini dibaca bersama, terlihat sebuah dialektika sempurna tentang waktu dan moralitas. Asy-Syams menekankan pentingnya memilih jalan kesucian jiwa di tengah pilihan antara kebaikan dan keburukan (antara fujur dan taqwa), sementara Al-Lail memberikan mekanisme praktis untuk mencapai kesucian tersebut, yaitu melalui kedermawanan dan pengakuan atas hak orang lain serta pertanggungjawaban akhirat.

Pergantian siang dan malam yang disumpahkan oleh Allah berfungsi sebagai pengingat abadi bahwa kehidupan dunia ini bersifat sementara dan berputar. Kekayaan tidak menjamin keselamatan, begitu pula kesulitan hidup bukanlah akhir dari segalanya. Kunci keberuntungan sejati terletak pada bagaimana manusia menggunakan waktu (siang untuk beramal, malam untuk merenung) dan bagaimana ia mengelola karunia harta untuk mencapai keridaan Ilahi. Memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Surat Asy-Syams dan Al-Lail adalah langkah vital dalam mewujudkan kehidupan yang seimbang dan penuh berkah.

🏠 Homepage