Surat Al Qadr, yang terletak di penghujung Al-Qur'an, adalah salah satu surat terpendek namun memiliki bobot spiritual yang luar biasa besar. Namanya diambil dari kata "Al Qadr" yang berarti "Kemuliaan" atau "Ketentuan". Surat ini secara spesifik membahas tentang malam turunnya Al-Qur'an, sebuah peristiwa monumental yang mengubah lintasan sejarah peradaban manusia.
Turunnya Al-Qur'an
Allah SWT berfirman dalam ayat pertama: "Innaa anzalnaahu fii lailatil qadr" (Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada Lailatul Qadar). Ayat ini langsung menegaskan betapa pentingnya malam tersebut. Para ulama sepakat bahwa yang dimaksud dengan "Kami" adalah Allah SWT, dan "Nya" merujuk pada Al-Qur'an, kitab suci terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Peristiwa ini menandai dimulainya era baru pencerahan spiritual bagi umat manusia.
Meskipun Al-Qur'an diturunkan secara bertahap selama 23 tahun, malam Lailatul Qadar dipercaya sebagai malam di mana Al-Qur'an diturunkan secara keseluruhan dari Lauhul Mahfuz ke langit dunia (Baitul Izzah). Setelah itu, barulah turun ayat-ayatnya kepada Rasulullah SAW sesuai dengan kebutuhan umat.
Wa maa adraaka ma lailatul qadr
Lailatul qadri khairum min alfyshr
Tanazzalul malaa'ikatu warruhu fiihaa bi'idzni rabbihim min kulli amr
Salaamun hiya hattaa matla'il fajr
Kemuliaan yang Melebihi Seribu Bulan
Puncak keistimewaan malam ini ditekankan pada ayat ketiga: "Lailatul qadri khairum min alfyshr" (Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan). Angka seribu bulan setara dengan kurang lebih 83 tahun. Ini menunjukkan bahwa beribadah dan mencari keridhaan Allah pada malam ini memiliki nilai pahala yang jauh melampaui amal saleh yang dilakukan selama rentang waktu yang sangat panjang tersebut.
Keutamaan ini menjadikan Lailatul Qadar sebagai kesempatan emas bagi setiap Muslim untuk meningkatkan kedekatan spiritual dengan Sang Pencipta. Malam ini adalah bonus rahmat yang Allah berikan kepada umat Nabi Muhammad SAW.
Aktivitas Malaikat di Malam Qadar
Ayat keempat menjelaskan tentang kesibukan surgawi yang terjadi pada malam tersebut: "Tanazzalul malaa'ikatu warruhu fiihaa bi'idzni rabbihim min kulli amr" (Pada malam itu turunlah para malaikat dan Jibril dengan izin Tuhannya membawa semua urusan). Turunnya malaikat, dipimpin oleh ruh (Malaikat Jibril), membawa berkah, rahmat, dan ketenangan. Mereka turun untuk mencatat, menyaksikan, dan ikut serta dalam setiap kebaikan yang dilakukan hamba-hamba Allah yang beribadah.
Kehadiran Jibril secara khusus menggarisbawahi pentingnya malam ini, karena Jibril adalah pembawa wahyu Ilahi. Kehadirannya memastikan bahwa malam tersebut dipenuhi dengan aura suci dan kedamaian ilahiah.
Malam Penuh Keselamatan
Ayat penutup menegaskan kondisi malam tersebut: "Salaamun hiya hattaa matla'il fajr" (Malam itu penuh kesejahteraan hingga terbit fajar). Kata "Salaam" (damai/kesejahteraan) diartikan sebagai tidak adanya takdir buruk, dijauhkannya dari bala dan siksa, serta hadirnya ketenangan jiwa yang mendalam bagi mereka yang menghidupkannya dengan ibadah. Kesejahteraan ini berlangsung hingga masuk waktu Subuh.
Mencari Lailatul Qadar
Meskipun lokasi pasti Lailatul Qadar dirahasiakan oleh Allah, Rasulullah SAW memberikan petunjuk bahwa malam tersebut kemungkinan besar jatuh pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Oleh karena itu, umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan qiyamul lail (shalat malam), membaca Al-Qur'an, berdzikir, beristighfar, dan berdoa dengan sungguh-sungguh pada malam-malam tersebut, berharap dapat meraih kemuliaan yang dijanjikan dalam Surat Al Qadr. Keutamaan ini adalah undangan abadi untuk berlomba dalam kebaikan.