Surat Al-Qari'ah (القارعة), yang berarti "Hari yang Mengguncang" atau "Bencana," adalah surat ke-101 dalam susunan mushaf Al-Qur'an. Surat ini termasuk golongan Makkiyah, diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Meskipun hanya terdiri dari 11 ayat, kandungan maknanya sangat padat, memfokuskan perhatian umat manusia pada satu peristiwa yang paling menggemparkan: Hari Kiamat.
Nama surat ini diambil dari ayat pertamanya yang berbunyi: "Al-Qari’ah," yang menggambarkan sifat hari itu sebagai hari yang datang tiba-tiba dan menimbulkan guncangan dahsyat pada alam semesta. Tujuan utama diturunkannya surat ini adalah untuk mengingatkan manusia akan kebenaran adanya Hari Pembalasan, sehingga mereka mempersiapkan diri dengan amal shaleh selama hidup di dunia.
Allah SWT memulai surat ini dengan pertanyaan retoris yang retoris dan tegas: "Apa itu Al-Qari'ah?" Pertanyaan ini ditujukan untuk membangkitkan rasa ingin tahu dan kesadaran pendengar, seolah-olah peristiwa itu sudah di depan mata. Jawaban yang diberikan segera menegaskan kedahsyatan hari tersebut: "Tahukah kamu apakah Al-Qari’ah itu? Hari yang demikian dahsyatnya."
Untuk menjelaskan kedahsyatan tersebut, Al-Qur'an menggunakan dua perumpamaan fenomenal yang mudah dibayangkan oleh orang Arab pada masa itu, namun dampaknya tetap relevan hingga kini.
Artinya: "Pada hari ketika manusia seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan." (Q.S. Al-Qari'ah: 4-5)
Bayangan manusia seperti "al-farāsh al-mabthūth" (serangga atau anai-anai yang beterbangan) menunjukkan betapa kecil, lemah, dan hilangnya fokus manusia saat menghadapi ketakutan terbesar. Mereka tidak lagi memiliki tujuan, hanya bergerak tanpa arah karena kengerian yang melanda.
Sementara itu, gunung-gunung yang merupakan simbol kekokohan dan keabadian di bumi akan menjadi seperti "al-‘ihn al-manfūsh" (bulu domba yang dicabut dan ditiup angin). Ini adalah metafora sempurna tentang hancurnya struktur alam semesta yang selama ini dianggap permanen. Semua yang kokoh akan menjadi ringan dan mudah tercerai-berai.
Setelah menggambarkan kengerian, surat Al-Qari'ah beralih pada inti peristiwa Kiamat, yaitu penimbangan amal perbuatan manusia. Inilah momen di mana semua perbuatan, baik yang tersembunyi maupun yang terlihat, akan dihisab secara adil.
Ayat 6 dan 7 menjelaskan mekanisme pengadilan tersebut: "Maka adapun orang-orang yang berat timbangan kebaikannya, maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan kebaikannya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah."
Kunci keselamatan pada hari itu bukanlah harta, keturunan, atau kekuatan duniawi, melainkan bobot amal shaleh yang dikerjakan dengan ikhlas. Timbangan tersebut bersifat absolut, sehingga amal sekecil apa pun—bahkan seberat atom—akan diperhitungkan. Surat ini menekankan prinsip kesetaraan dalam pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT.
Bagi mereka yang timbangan kebaikannya ringan, balasan yang menanti adalah "an-nāru hāwiyah" (api yang sangat panas dan dalam). Kata "Hawiyah" sendiri menyiratkan jurang yang dalam, menunjukkan betapa parahnya siksaan bagi orang-orang yang lalai dan mendustakan hari pembalasan. Ini adalah peringatan keras agar setiap Muslim tidak meremehkan dosa dan selalu berusaha meningkatkan amal kebaikan.
Sebaliknya, bagi mereka yang timbangannya berat, mereka akan hidup dalam "’isyatin māḍiyah", yaitu kehidupan yang diridai, penuh kepuasan, dan kenikmatan abadi di surga. Kenyamanan ini bukanlah hasil usaha yang kecil, melainkan hasil dari kesungguhan dalam menaati perintah Allah di dunia.
Surat Al-Qari'ah adalah pengingat universal yang mendesak kita untuk selalu waspada. Beberapa pelajaran utama yang dapat diambil meliputi:
Dengan memahami Surat Al-Qari'ah, seorang Muslim diingatkan bahwa kehidupan dunia adalah ladang ujian singkat, sementara hasil dari ujian tersebut menentukan kebahagiaan atau penderitaan abadi. Oleh karena itu, mempersiapkan diri untuk hari di mana gunung pun akan lenyap adalah prioritas utama dalam hidup beriman.