Surat Al-Lail Ayat 1-11 Beserta Artinya

Gambaran Umum Surat Al-Lail

Surat Al-Lail (malam) adalah surat ke-92 dalam urutan mushaf Al-Qur'an, terdiri dari 21 ayat. Surat ini tergolong Makkiyyah, yang diturunkan sebelum Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah. Tema utama surat ini adalah tentang perbedaan jalan hidup manusia dalam meraih keridhaan Allah SWT, yaitu antara mereka yang berinfak dan bertakwa, serta mereka yang kikir dan merasa cukup dengan diri sendiri.

Ayat 1 hingga 11 secara spesifik membahas tentang sumpah Allah SWT demi fenomena alam (malam yang menyelimuti dan siang yang menyinari) sebagai bukti kekuasaan-Nya, kemudian mengaitkannya dengan usaha manusia dalam mencari keridhaan Tuhan. Ayat-ayat ini menekankan bahwa amal perbuatan manusia akan dibalas sesuai dengan niat dan tindakannya.

Ilustrasi Malam dan Siang Malam Siang

Ilustrasi: Perbedaan antara malam yang menyelimuti dan siang yang menyinari.

Bacaan Surat Al-Lail Ayat 1-11

وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغۡشَىٰ

(1) Demi malam apabila telah gelap gulita,

وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ

(2) dan demi siang apabila terang benderang,

وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلۡأُنثَىٰٓ

(3) dan demi apa yang telah menciptakan laki-laki dan perempuan,

إِنَّ سَعۡيَكُمۡ لَشَتَّىٰ

(4) sesungguhnya usahamu itu sungguh bermacam-macam (berbeda-beda).

فَأَمَّا مَنۡ أَعۡطَىٰ وَٱتَّقَىٰ

(5) Maka adapun orang yang memberikan hartanya (di jalan Allah) dan bertakwa,

وَصَدَّقَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ

(6) dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga),

فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡيُسۡرَىٰ

(7) maka kelak Kami akan memudahkan baginya jalan menuju kemudahan (kebahagiaan).

وَأَمَّا مَنۢ بَخِلَ وَٱسْتَغۡنَىٰ

(8) Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu Tuhan),

وَكَذَّبَ بِٱلۡحُسۡنَىٰ

(9) dan mendustakan pahala yang terbaik,

فَسَنُيَسِّرُهُۥ لِلۡعُسۡرَىٰ

(10) maka kelak Kami akan memudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan).

وَمَا يُغۡنِيهِ مَالُهُۥٓ إِذَا تَرَدَّىٰٓ

(11) Dan hartanya tidak akan bermanfaat baginya apabila ia telah binasa (masuk neraka).

Penjelasan Mendalam Ayat 1-11

Surat Al-Lail dibuka dengan serangkaian sumpah yang agung (ayat 1-3). Allah SWT bersumpah dengan dua fenomena alam yang saling berpasangan dan menunjukkan keteraturan alam semesta: malam yang menaungi kegelapan dan siang yang muncul membawa cahaya. Sumpah ketiga adalah dengan ciptaan-Nya, yaitu perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan. Sumpah-sumpah ini bertujuan untuk menegaskan poin penting yang akan disampaikan setelahnya, yaitu bahwa usaha (amal) manusia sangatlah beragam dan berbeda-beda (ayat 4).

Dua Jalan Kehidupan (Ayat 5-7)

Ayat-ayat berikutnya membagi manusia menjadi dua kategori utama berdasarkan orientasi hidup mereka. Kategori pertama adalah mereka yang memiliki sifat kedermawanan dan ketakwaan (Ayat 5). "Memberikan hartanya" di sini merujuk pada infak di jalan Allah, baik dalam bentuk sedekah wajib maupun sunah. Disertai dengan takwa—rasa takut kepada Allah dan menjaga diri dari larangan-Nya—serta membenarkan janji Allah akan balasan terbaik (surga) (Ayat 6). Bagi orang-orang seperti ini, janji Allah sangat jelas: kemudahan (jalan menuju surga) akan disiapkan untuk mereka (Ayat 7).

Dalam konteks ini, amal saleh yang dilakukan dengan ikhlas akan mempermudah segala urusan duniawi dan ukhrawi. Ini adalah balasan langsung dari Allah SWT sebagai bentuk kemudahan yang dijanjikan.

Jalan Kesulitan (Ayat 8-11)

Di sisi lain, ada kelompok manusia yang memiliki sifat kontras: kikir (bakhil) dan merasa dirinya sudah cukup atau tidak membutuhkan pertolongan Allah (istighna/riya') (Ayat 8). Mereka ini juga mendustakan kebenaran mutlak dan janji balasan terbaik dari Allah (Ayat 9).

Akibat dari sikap ini adalah janji yang setimpal: Allah akan memudahkan mereka menuju jalan yang penuh kesulitan (al-'usra) (Ayat 10). Kesulitan ini bisa berupa kesempitan rezeki, kegelisahan jiwa, atau kesulitan ekstrem dalam menghadapi hisab di akhirat.

Puncak dari peringatan ini ada pada Ayat 11, di mana dijelaskan bahwa kekayaan materi yang mereka kumpulkan dan banggakan tidak akan berguna sedikit pun ketika mereka menghadapi kehancuran atau kematian ("apabila ia telah terperosok/binasa"). Harta benda hanya bersifat sementara dan tidak dapat menebus dosa atau membeli surga.

Secara keseluruhan, 11 ayat pertama Al-Lail adalah pengingat fundamental bahwa keberhasilan sejati diukur bukan dari akumulasi harta, melainkan dari sikap jiwa: kemurahan hati yang disertai ketakwaan versus kekikiran yang disertai kesombongan. Kontras ini adalah penentu utama arah hidup seseorang di hadapan Sang Pencipta.

🏠 Homepage